Thursday, December 26, 2013

Gue Sebut Mereka The Real Konco

Pasti lo semua punya kan yang namanya temen? Dari yang di dunia nyata bahkan sampai di dunia maya. Semua orang berhak buat punya temen. Dari sekedar temen nongkrong, temen seneng-seneng, temen sebangku , temen cabut dan banyak temen-temen lain. Gue juga gitu, tapi bagi gue temenan bukan sekedar gue kenal elo, lo kenal gue. Lo mungkin tau nama gue, muka gue, suara gue, tapi lo belum tentu tau siapa sebenernya gue. 

Bagi gue, temenan itu bukan sekedar siapa yang mau traktir makan lo, anter jemput lo, mau dititipin absen. Gue punya khusus temen yang emang cuma buat seneng doang. Tapi sekalinya gue susah, gue gak akan cari mereka. Karena bagi gue emang mereka cuma temen sekedar seneng. Karena gak semua orang “mau” dibagi hidupnya dan gak semua oang mau dengerin apa yang lo omongin. Makanya, bagi gue cerita soal kehidupan gue bukan ke temen asal. Karena kalo gue cerita ke orang yang salah, resiko terbesar adalah semua orang tau apa aib gue. Karena kita gak tau mulut orang gak semuanya bisa dijaga, guepun kadang gitu. Tapi enggak buat aib temen gue sendiri. Karena temen lo gak akan pernah cerita aib lo ke orang lain.

Gue pernah duduk sebelahan sama temen kelas gue yang baru dua kali kita ngobrol karena ngulang mata kuliah yang sama. Karena gue bosen dengerin dosen gue ajak ngobrol doi Cuma sebatas iseng biar ada obrolan. Sampe tiba-tiba obrolan kita udah masuk ke cerita yang serius. Yang gue sendiri kaget “kok lo berani sih nyeritain itu ke orang kayak gue” mbatin gue saat itu. Tapi ya emang mau salahin siapa lagi, gue Cuma bisa dengerin dia tanpa bisa ngasih saran. Karena gue gak tau sifat asli dia gimana dan gue gak mau salah ngasih saran. Selesai kuliah, gue balik kosan dengan biasa aja gue ceritakan apa yang temen gue ceritain itu ke temen deket gue.

Gue rasa lo semua kayak gitu. Punya ending cerita di temen masing-masing. Lo gak bisa buat gak nyeritain apapun yang lo dengar ke temen deket lo. Gue sebut mereka “The Real Konco” Orang yang nampar lo didepan ketika lo salah. Orang yang gak akan malu cerita keadaanya didepan lo. Orang yang ketika dia butuh bantuan mereka orang pertama yang hubungin lo. Bukan sekedar ketawa sama lo, mereka juga mau jadiin bahu lo sebagai pereda tangis mereka. Lo mungkin dengan mudah melupakan siapa temen yang ketawa sama lo, tapi lo gak akan bisa lupain orang yang udah mau luangin waktunya buat dengerin tangisan lo. Mereka gak akan ngomongin keburukan lo dibelakang. Kalo suatu hari mereka khilaf ngomongin lo, mereka akan ngomong didepan lo. Atau mereka ngomongin sifat lo yang sebenarnya gak wajar, dan mereka tidak akan canggung buat negor lo. Mereka yang sering ngehina lo. Minjem duit lo. Gue sebut mereka the real konco. Temen yang emang sebenernya temen.

Gue punya The Real Konco.



Kita temenan dari SMP, 7 tahun yang lalu. Gue udah paham kalo dia kayak gini, kalo si itu kayak gitu, kalo yang ini maunya begitu. Kita pernah susah bareng, nangis bareng, berantem dan ketawa yang paling sering. Dari gak punya duit bareng, berantem sama guru bareng, sampe nginep dirumah temen gak pulang seminggu. Kalo gue ada masalah, gue bakal cari mereka. Kalo gue lagi seneng orang pertama yang gue kabarin juga mereka. Kalo gue lagi susah orang yangg pertama gue minta tolong juga mereka. Gue pernah dikeadaan kalut, tapi tiba-tiba satu temen gue nelfon gue. Kayak kebetulan yang bikin gue yakin bahwa insting temen itu memang ada. Tapi kita semua jauh, gue kuliah di Surabaya yang satu kuliah di Semarang yang satu lagi kuliah di Bandung, yang satu lagi kuliah di depok dan satu lagi.. males ah gue nyebutnya. Haha. Kalo dulu setiap malem kita telfon-telfonan bareng, kadang berliima, bertiga atau Cuma berdua aja. Gue dengerin mereka cerita soal kisah cintanya atau mereka dengerin gue cerita soal kuliah gue disini.  Semakin kesini emang gak terlalu sering, gue terlalu sibuk dengan kuliah gue, mereka yang mulai punya pacar dan juga sibuk sama kuliahnya. Tapi itu gak bikin pertemanan kita selesai gitu aja. Tetep, orang pertama yang gue hubungin ketika gue gak punya pulsa selain tukang pulsa adalah mereka. Orang yang mau dengerin gue curhat sambil dikamar mandi atau miskol buat minta telfon balik lagi, ya mereka.


Kalo di Surabaya, gue juga punya The Real Konco. Walaupun baru kenal satu tahun, gue ngerasa klop sama mereka. Bukan sebatas gue satu kosan, satu kelas atau waktu itu gak sengaja nongkrong bareng. Setidaknya gue butuh 6 bulan kenal mereka buat gue bisa ceritain siapa sebenernya diri gue. Kayak apa kehidupan gue, siapa orang tua gue. Gue gak mau asal cerita ke orang dan satu-satunya yang tau cerita gue ya emang Cuma mereka.

Bagi gue, temenan emang harusnya gitu. Bukan Cuma siapa yang ketawa sama lo. Tapi siapa yang mau buat lo tangisin. Kadang mereka bakal ketawa kalo liat lo nangis, itu karena mereka gak tega liat lo nangis. Gue pernah ditelfon temen gue untuk Cuma denger dia nangis. Dan rasanya kayak.. ya lo tau sendiri lah. Gak ada buat orang yang lagi butuhin lo tuh rasanya... kecewa sama takdir. Gue juga pernah ngeliat temen gue nangis disebelah gue ketika dikelas. Seraya gue bilang “lo boleh sekarang nangis sekejernya, tapi gue gak mau ada tangisan ke dua, ke tiga...” gue gak mau temen gue larut dikesedihanya tapi bukan berarti dia gak boleh nangis.



Berantem, kecewa, marah, kesel, nangis, sedih, kangen itu semua yang dinamain the real konco. Gimana? Udah ketemu the real konconya?

Wednesday, December 25, 2013

Pada satu malam, kamu yang disampingku


Aku cinta suasana ketika kita berdua. Diranjang yang sama, pada satu malam selekas kehadiran rantauku nun jauh disana. Terlalu lama aku meninggalkanmu. Sampai rinduku bukan hanya sekdar sapa atau pelukan. Kita berbicara diatas bantal yang berbeda, bersender diujung kasur, seraya melepas penat masing-masing. Lampu dimatikan, semakin membuat syahdu malam. Tertawa lalu diam, lalu kamu tertawa lagi sampai-sampai kamar sebelah dengar. Kita berbicra banyak hal, dari canda bahkan sampai soal hilangnya kepercayaan agama. Dari hal-hal sederhana, sampai hal-hal diluar kepala. Kamu juga, berbicara tentang masalah dapurmu yang tidak selesai sampai keinginanmu yang belum tercapai.



Aku cinta, ketika sesekali aku berbaring dibahumu. Sunyi. Diam lama. Lalu tiba-tiba kita bertubrukan berbicara. Bingung siapa yang mendengarkan ceritanya terlebih dahulu. Kuasingkan handphoneku saat itu, kamu juga begitu. Bak anak kecil yang bercerita tak ada habisnya. Sampai aku kaget pada lirikan jam yang sinis karena ia telah lewat dari tengah malam.

Aku cinta ketika kita sama-sama lelah bercerita. Lalu sama-sama terbaring. Kupeluk kau sebentar. Dan kubiarkan matamu terpejam. Seraya kubilang “Selamat malam bu, semoga mimpimu indah malam ini” tak ada sahutan lagi saat itu. Aku tahu bahwa kau sudah lelah dalam tidurmu.

Sejak teman kasurmu pergi bu, pergi dengan perintah tidak kembali. Aku tahu betapa kamu merindukan teman cerita setiap sebelum matamu tertutup. Bahkan kadang kamu merasa sepi walau dikamar sebelah anakmu sedang bergurau canda. Apalagi aku yang meninggalkanmu kekota orang yang belum tentu setiap bulan bisa pulang.

Dan sejak aku ada disampingmu malam itu, rasanya sangat nyaman bu. Seperti meminta untuk tidak berganti hari dan terus seperti itu.

Aku cinta suasana itu bu, tapi aku lebih mencintai kamu yang disebelahku.

22 Desember 2013


Tuesday, December 10, 2013

Untuk : Cinta yang Sedang Jatuh

Untuk, cinta yang sedang jatuh. Terpaku pada satu pandangan yang tak bisa kamu lihat secara utuh. Merasuk pada hati yang terlalu lama sendiri. Mencintai atau disakiti. Meminta cinta yang tidak bisa seutuhnya diberi. Memaksa pada takdir yang tidak semuanya bisa dipilih.



Untuk, kamu, yang hatinya terjatuh. Pada satu sosok yang kamu sendiri tidak tahu dari mana asalnyna, bentuknya, rupanya. Hanya memandang tawa gelagak dari sisi kanan. Memaksa untuk jadi yang paling tahu. Menikmati setiap lekukan manis bibirnya saat berbicara, yang kamu sendiri tidak tahu apa yang ada difikirannya.

Terjatuhlah, hanya sampai pada ketika kamu merasa bahagia. Karena jatuh, tidak akan selamanya bahagia. Ia menderita pada permintaan yang tidak semuanya bisa di-iya-kan. Ia kesakitan pada perintah yang tidak bisa di-tidak-kan. Karena selamanya akan seperti itu, kamu yang memilihnya untuk menarikmu pada dimensi lain. Kita sebut dimensi itu dimensi cinta. Halal bagi semuanya, halal bagi apapun asal kamu bisa mendapatkanya.

Terjatuhlah, sampai pada ketika kamu lelah. Lelah ketika apa yang kamu kejar tidak bisa kamu dapatkan. Lelah sampai ketika apa yang kamu dapatkan tidak sesuai dengan yang kamu inginkan. Karena cinta selamanya akan seperti itu, meminta tapi tidak bisa diterima. Merampas tapi tidak bisa dimiliki semuanya.
Sampai kamu, yang sedang jatuh hatinya, merasa bahwa semuanya telah sia-sia. Mencari apa yang tidak patut didapatkan. Meringis pada sesuatu yang tidak patut ditangisi. Berbaringlah sebentar, dipundak kawanmu sampai malam telah larut untuk menemanimu. Katakan padanya bahwa hatimu telah jatuh sedalam-dalamnya, sejauh yang kamu sendiri tidak tahu kedalamanya. Lalu seraya kawanmu akan mengangkatmu menjauh dari keterpurukan itu. Karena bahu terbaik adalah kawanmu.

Kamu, yang hatinya sedang terjatuh. Jika dia tidak bisa mengangkatmu, maka kamu yang harus mengangkatnya sendiri. Memperbaikinya sendiri sampai sempurna seperti dulu kala. Karena hati itu tidak selamanya untuk dibawah, terjatuh sia-sia. Pada masanya kamu akan menemukan sosok yang bisa mengangkatnya lebih tinggi. Lalu menjaganya sepenuh hati, sampai waktu yang tidak bisa dilalui lagi.

Kamu, yang hatinya sedang terjatuh, berhati-hatilah terhadap apa yang sedang kamu dalami. Jangan terlalu dalam karena tidak selamanya kamu bisa menjadi lebih tinggi. Terjatuhlah sampai kebahagiaan itu telah sempurna, lalu naiklah ketika kamu mulai tersiksa.




Dan untuk kamu, yang hatinya sedang terjatuh. Terjatuhlah sampai kamu tahu seberapa dalamnya. Supaya kamu bisa mendaki sampai kamu tahu posisi hatimu sebelumnya. Jangan terlalu dalam, karna selamanya kamu akan tertatih untuk mencapai puncak kesempurnaan. 

Saturday, December 7, 2013

Jatoh Dulu Baru Lo Bisa Bangga

Tek..tek.. jam di tangan gue masih terus bedetak, tepat pukul dua. Gue masih tarik nafas panjang nerima kenyataan “hari ini nih?” “jadi kita berangkat?” pertanyaan konyol di benak gue terlintas dengan gue angkut tas dan barang-barang ke dalem mobil depan kosan. Lo boleh tanya angkatan berapapun di jurusan gue, semester mematikan adalah semester ini. Karena ada mata kuliah yang harus ada penelitian dengan dosen pembawa kematian sejagat sosiologi unair. Dan di detik malem itu juga, angkatan gue menerima kenyataan bahwa penelitian itu tetap dilaksanakan. Subuh itu juga gue menyaksikan puluhan anak berjejer dengan cemas menanti keberangkatan. Satu kata yang gue inget ketika Andit mulai injek gas taruna CX-nya dengan perlahan untuk meninggalkan kampus malam itu  adalah“mari menjemput kematian” gue Cuma bisa ketawa sambil menanggapi dalem hati gue ‘anjrit, kematian dalam kehidupan’

Gue gak akan berbusa menceritakan penelitian apa yang gue lakukan disana. Seberapa kampretnya tugas-tugas  dadakan yang dikasih dosen, konflik di dalem kelompok yang gak kelar-kelar, deadline yang gatau aturan sampe duit yang gak ada abisnya dikeluarin. Kalo matematika punya mata kuliah mematikan adalah kalkulus, maka gue bisa bilang mata kuliah mematikan di jurusan gue adalah sosiologi pedesaan. Dengan alasan apapun, alasan yang sama dengan pernyataan kampretnya mata kuliah yang lo benci di semester lo.
Satu hal yang paling gue dapet dari mata kuliah ini adalah Pressing akademiknya. Dari tugas yang bertubi-tubi, sms tengah malem, deadline dalam 2 jam, perintah yang gak bisa di-tidak-kan, alasan yang gak bisa diterima sampe planning liburan yang berantakan. Gue bahkan kehilangan banyak janji dengan siapapun atas nama tugas-tugas yang doi berikan. Dalam satu semester gue gak balik ke jakarta sama sekali. Kurang rajin apaa gue kurang rajin apaa (ngemut bambu).


Di balik itu semua. Di balik ke-kampret-an dosen tersebut ada banyak hal yang gue dapatkan di mata kuliah ini. Bukan Cuma soal akhirnya gue tau dimana letak jember sebagai lokasi penelitian gue atau seberapa jauhnya ternyata jember itu dari surabaya. Bukan, oke bukan. Pada akhirnya gue tau apa “sosiologi” itu. Pada akhirnya gue tau bahwa gue belajar bukan Cuma di balik meja bangku. Bukan Cuma di balik slide dosen yang sebenernya bisa-bisa aja kita copy. Bukan Cuma dibalik mic dosen yang ngulang-ngulang perkataanya tiap tahun. Juga bukan tugas makalah yang kita semua tau bisa di copy paste dan edit dikit (ops..).

Terkadang, kita harus jatuh untuk tau seberapa dalamnya sumur. Kita harus makan pare untuk tau seberapa manisnya gula.  Dan kita harus turun ke lapangan untuk tau teori yang kita baca apa. Karena apa yang kita baca belum tentu sesuai dengan kenyataan yang kita alami. Liat seberapa sering dulu lo di”jejelin” aljabar ama guru matematika smp sma lo. Dan liat, apa iya sekarang lo kalo mau jajan terus ngitung jumlah jajanan lo dengan aljabar. Enggak kan, oke enggak karena kalo iya gue akan gak jajan seumur hidup. Setelah 6 tahun gue sekolah  mendengar istilah  patembayan dan paguyuban yang gue afal secara lisan, dan setelah penelitian gue baru tau maksud Ferdinand dengan kenyataan yang udah gue liat di masyaarakat. Betapa kolotnya 6 tahun gue lalui dengan Cuma menghafal istilah lisan. Sedangkan dalam 3 hari gue bisa dapet banyaka istilah pengertian yang bakal terus melekat.

Sejauh apapun “kematian” yang udah gue dapatkan di dalam penelitian ini, sedalam apapun “kesengsaraan” yang dosen itu kasih kepada ke gue. Ada satu hal yang mungkin akan melekat di balik kebencian gue. Bahwa, apa yang kita baca belum tentu yang terjadi di dunia nyata. Dan apa yang lo pelajari belum tentu akan sesuai dengan kehidupan lo. Tapi ketika lo udah penelitian, setidaknya ada banyak hal yang lo bisa pelajari. Pada akhirnya lo tau istilah kampret yang guru-guru lo ajarin dulu dengan ngafalin susah payah dan lo dapet penjelasanya hanya dengan beberapa jam aja.  Lo tau gimana susahnya berkomunikasi dengan orang gak segampang lo ngetawain orang yang gugup ketika berbicara. Lo tau banyak hal ketika lo berani untuk ngambil hikmah dibaliknya. Ada aja orang yang tetep ngerasa mata kuliah ini sampah, karena dia mungkin gamau cari tau apa yang didapetinya. Dia sibuk menggunjing dengan kebencian yang sudah melekat.

Dan menurut gue, ada mata kuliah disetiap jurusan kalian semua yang akan membawa kalian untuk bangga jadi anak jurusan itu. Dan lo harus jatuh dulu untuk jadi bangga. Haha.



Gubeng Airlangga

4 Desember 2013 23.50

Wednesday, December 4, 2013

Karena Bahagia itu Punya Kamu!


Bahagia itu diciptakan, bukan ditunggu sampai masanya datang. Tapi kebanyakan dari kita sibuk mencari kebahagiaan yang kata kebanyakan orang adalah tujuan. Melupakan banyak hal dan fokus mencari-cari kebahagiaan yang dia anggap disembunyikam. Menyalahkan pihak lain bahwa kebahagiaanya telah direnggut atas nama pengkhianatan. 

Padahal bahagia itu, kita yang ciptakan, kita yang puya aturan dan kita yang merasakan. Bukan mereka, bukan siapapun yang selalu dianggap sebagai kontrol pemilik rasa bahagia. 

Mereka gak berhak apa-apa. Karena bahagia itu elo yang tentuin, lo yang rasain dan lo yang jalanin.
Sebagian kita sibuk nyari dimana waktu agar selalu terciptanya bahagia. Menghabiskan banyak kesia-siaan dengan mengindikasikan akan datangnya kebahagiaan. Uang, waktu, perasaaan, bahkan diri kita sendiri untuk mencari bahagia. Padahal, kalau sudah masanya tiba ia akan datang tanpa pernah meninggalkan sedikitpun kesia-siaan yang tidak pantas untuk di jadikan jaminan. Ia akan datang, pada masa yang kita sendiri tidak akan tahu kapan tepatnya membuat kita tersenyum bangga pernah jadi yang sempurna versi kita didunia.

Kalo temen gue banyak yang sering bilang “bahagia banget mereka yang tinggal di korea selatan, setiap hari bisa ketemu artis ganteng yang operasi-an”. Okey sekarang bisa dijamin semua orang yang tinggal di Korsel bahagia? Emang gak pernah denger soal ada berapa ratus orang yang  bunuh diri setiap tahunya. Dengan dasar bahwa mereka kehilangan kebahagiaan. Ada juga yang masih beranggapan kolot “enak banget yang hidup dijaman Pak Harto, disajikan harga-harga sangat murah” lah emang lo lupa kerusakan apa yang dibuat sama doi dari soal reformasi yang bikin ratusan anak jadi yatim secara serempak sampe kejinya rasis terhadap kaum pribumi yang lebih parah soal utang yang.. ya sudahlah. 

Dan pernyataan paling bikin gemes sekabupaten adalah “bahagia ya mereka yang punya pacar” lah emang lo lupa terakhir disakitin kayak apa tau ama pacar lo. Atau yang gak tau rasanya kayak apa. Emang lo menyaksikan setiap orang yang punya pacar selalu tertawa sampe pegel mulutnya. Enggak kan, ada saatnya dia nangis, bete tingkat rumahnya mau di ancurin satpol pp atau stress sendiri kayak orang gila.

Karena bahagia itu milik kita masing-masing. Akan ada orang yang merasa bahwa dirinya gak pernah bahagia, karena dia sibuk mencari kebahagiaan sampai mengabaikan kebahagiaan yang datang. Sehingga yang ditemukan adalah kesengesaraan yang bertubi-tubi karena ia menolak kebahagiaan yang pada takdirnya tuhan berikan. Akan ada orang yang merasa bahwa dirinya selalu bahagia. Diiringi dengan rasa syukur dari setiap kesengsaraan yang dianggapnya sebagai kebahagiaan.

Mengapa ada orang yang selalu tertawa? walaupun beban yang dipikul seharusnya menekuk tawanya dari dunia. Karena ada orang yang menganggap bebanya adalah kebahagiaan yang diciptakan oleh tuhan. Menganggap kesengsaraan yang dihadapkanya adalah kebahagiaan yang ditutupi oleh rasa dengki. 

Kalau kita selamanya menutupinya dengan dengki, maka selamanya bahagia tidak akan pernah dilihatnya. Coba buka sedikit, intip apa yang kita benci pada dunia ini. Apa yang kita rasakan sebagai kesengsaraan adalah kebahagiaan yang dibalutkan kebencian. Bagaimana kita tahu ada emas didalamnya jika kita selalu menutupinya dengan kotoran. Dan menggunjingnya sebagai hal yang tidak pantas untuk didapatan.

Karena bahagia itu punya lo, hak lo dan lo yang ciptain.

Jadi, sekarang udah ngerasa bahagia? J


Friday, November 22, 2013

Untuk : Cinta yang Akan Hilang



Aku mencintaimu, sedalam cinta yang aku dapat berikan kepadamu. Dan aku akan selalu mencintaimu, dalam balutan kesetiaan yang tidak akan bisa siapapun hilangkan. Karena cinta akan selamanya seperti itu, serakah dalam kepemilikan. Memperjuangkan hingga mati untuk dapat melihatnya setiap pagi. Katakan itu benar, maka cinta akan selamanya aku perjuangkan, karena ia hidup dan mati untuk dikorbankan dalam diri.

Jika suatu saat kamu meninggalkanku, cintaku, dengan alasan yang siapapun tidak akan tahu. Maka aku tidak akan pernah mencarimu. Diam dalam perasaan dan kenangan. Dan bahkan jika suatu saat nanti kamu pergi untuk kembali atau tidak sama sekali. Aku akan diam dan berusaha tidak sepenuhnya merasa benci.

Bukan, bukan aku tidak mencintaimu seutuh hidupku sampai bahkan kau mencampakan aku. Tapi, hidup bukanya harus seperti itu? Aku atau kamu yang pergi terlebih dahulu. Kamu pergi dengan syarat kembali, atau pergi dengan tidak balik sama sekali. Tapi aku masih setia dalam diam, berbicara pada kenangan.

Jikalau kamu pergi untuk singgah dilain hati  aku akan tetap diam, cintaku, sambil bergurau soal janjimu yang akan selalu setia. Melupakanmu sampai takdir tuhan lain yang berbicara. Tapi jikalau kamu pergi untuk tidak kembali sama sekali, cintaku. Pergi pada masa yang tidak lagi sama denganku, maka aku akan diam seraya menghapus air mataku lalu mendoakanmu dalam setiap langkah sampai aku akan tiba pada masa itu.

Bukankah cinta itu seharusnya seperti itu?

Hilang, pergi, lenyap pada kenyataan kembali atau tidak sama sekali. Soal hati yang berbicara pada masa depan tentang apa yang seharusnya diperbuat. Menghabiskan waktu untuk terus mencintainya dalam sobekan sakit hati atau berjalan dengan tertatih untuk bisa jalan tanpa melihat apa yang telah dilakukan. 

When Two People Are Meant For Each Other



When two people are meant for each other, dunia akan berhak jadi milik mereka berdua dengan mengatas namakan cinta. Menebar cinta mereka pada semua manusia. Memberi isyarat pada setiap yang hidup bahwa cinta mereka tidak akan  pernah mati. Maka jangan pernah katakan mereka manusia gila, karena selamanya cinta akan seperti itu. Gila!

When two people are meant for each other, no time is too long. Akan berjalan lebih cepat. Tek..tek.. berdetak pada putaran yang sama dalam masa yang berbeda. Pada waktu telah berlalu sangat pendek padahal telah menghabiskan banyak putaran. Akan berputar pada poros yang sama, terbelut cinta yang menahannya untuk berjalan lebih lama.

When two people are meant for each other, Cuma antara kamu sama dia. Anatara aku sama kamu, atau bahkan dia dengan yang lain. Maka siapapun yang jadi orang ketiga, tidak berhak menuntut cinta baru. Biarkan mereka bermain dalam kebahagiaan yang tidak akan bisa dijelaskan, pada kisah yang tidak bisa di ceritakan dan dalam sandiwara yang tidak bisa digantikan.

When two people are meant for each other, no dostance is too far. Seperti jarak yang terhempas luas dalam bulatan dunia. Seperti ribuan kilometer yang tertanda disetiap pembatas masa. Karena jarak akan menjadi keindahan, dalam langkah-langkah kepastian yang berujung kasih sayang. Lalu kamu akan bilang “dunia ini diciptakan tanpa ujung, tapi kalau cintamu disana maka akan aku kejar ujung dunia untuk dapatkan cintamu” Karena dalam cinta jarak adalah kehangatan, kebahagiaan dan candu dalam tawa-tawa yang akan dihadirkan. Jarak akan menjadi sempurna diantara kelelahan, kekecewaan ataupun kedengkian.

When two people are meant for each other and no one can ever tear them apart.
Seperti tali yang mengikat atas nama kesetiaan. Tidak akan ada yang bisa membuatnya putus dan tidak ada yang berhak melepas tali kesetiaan tersebut. Tidak akan ada yang bisa, selain mereka berdua yang sama-sama melepasnya atau hanya satu diantaranya. Karena tali itu erat, terikat dalam asmara yang tidak mudah tumbang hanya dengan satu kata.

When two people are meant for each other, selamanya akan menjadi kebijakan mereka, hukum mereka pada titah masing-masing. Untuk cerita mereka berdua dalam kisah yang terlalu sempurna untuk kembali terulang.


When two people are meant for each other...??


Tuesday, October 29, 2013

Kadang Kita Harus Kehilangan Untuk Tahu


Kadang kita harus kehilangan untuk tahu seberapa berharganya ia dalam hidup kita. Hilang. Bukan  pergi, karena pergi akan selalu kembali walaupun dalam masa-masa panjang yang tidak kita dapat tentukan. Hilang, lenyap pada keadaan yang tidak bias kita kembalikan. Kadang kita harus kehilangan orang yang kita cintai untuk memantaskan cinta kita kepadanya. Dengan kenyataan bahwa dia sudah pergi. Kadang kita harus kehilangan rasa, untuk mendapatkan tahta, kedudukan. Dan kadang kita harus kehilangan yang paling mendalam untuk tahu seperti apa hidup kita.


Gue sering merasa kehilangan. Dari bokap, adek gue sampe hal-hal kecil dihidup gue. Hal paling besar adalah ketika keluarga gue kehilangan bokap. Kita harus kehilangan dia untuk tahu seberapa besar keberadaan dia di keluarga gue. Gue harus kehilangan cinta dia untuk tahu bahwa dia selalu mencintai gue. Dan gue harus kehilangan bahunya, untuk tahu bahwa dia selalu rela mati untuk keselamatan anaknya. Gue harus kehilangan amarahnnya untuk tahu bahwa dia akan selalu jaga gue disetiap lelahnya. Gue harus kehilangan tangisan umpatnya ketika dia bangga anaknya juara, untuk tahu bahwa dia selalu ngasih gue pelajaran yang gak gue dapetin dimanapun. Gue harus kehilangan senyum dia dipagi, untuk tahu bahwa senyum itu senyum termanis buat gue.  Gue harus kehilangan banyak hal, untuk tau bahwa itu semua sangat berarti untuk gue.

Karena setiap ayah adalah cinta pertama anak perempuanya. Dan cinta pertama akan selalu dikenang dalam hidupnya dan dalam cintanya yang lain. Kalo gue dikasih satu masa sama tuhan untuk dipertemukan lagi sama bokap gue dalam satu detik gue akan meluk dia seraya “abi bibah kangen, boleh balik lagi?” dan hati gue akan selalu terikat dengan “gue bangga punya ayah sebaik dia” bangga dari sikapnya, dari pengajaranya dan dari pengalamanya. Kalau bokap gue dikasih satu kesempatan untuk lihat gue sekarang, dia tahu seberapa besar kangen gue sama dia. Dan seraya gue pengen bilang “aku bisa sekuat ini karena abi”


Dan penyesalan terbesar adalah ketika dia belum tahu seberapa besar cinta gue yang diungkapkan. Karena cinta yang tidak pernah diungkapkan adalah kesakitan yang harus dipikul seumur hidup. Untuk cintanya yang paling besar. Untuk perlindunganya yang menghadang kematian dan untuk setiap cucuran kasih dalam keringatnya aku ingin katakan bahwa aku akan selalu mencintai dia dalam cinta-cinta lain yang tidak akan dibelihkan. Untuk tuhanku, ayahku dan orang lain dalam hidupku. Cintaku akan terus begitu kepadamu. Menjadi nomor dua setelah tuhanku.

Wednesday, October 9, 2013

Jangan-Jangan Kita Kembali Pada Masa Pak Harto??




Kemarin gue senyam senyum sendiri liat baju yang bergambar sosok Soeharto senyum, senyum penuh uang sambil ada tulisan “piye kabare ? Enak jamanku to?” ini bukan kali pertama gue liat tulisannya. Udah sering banget dipake lintas masyarakat, walaupun gue lebih sering ngeliat yang pake baju gambar itu 30 tahun keatas. 

Kenapa gue senyam senyum sendiri baru sekarang? Yang pertama adalah gue melihat si pemilik baju tersebut adalah seorang anak dengan umur sekitar sepuluh tahun. Dan, alasan lucunya adalah anak itu aja gak idup dijaman Pak Harto tapi dia mempromosikan bahwa jaman Soeharto itu sangat hebat. Oke opsi kedua adalah anak tersebut pake baju itu karena memang atas perintah orang tuanya, dibelikan dan harus dipergunakan tanpa anak itu tahu makna dari muka pak Harto dan tulisanya tersebut. Mungkin orang tuanya iseng, buat lucu-lucuan anaknya, mungkin itu baju dikasih saudaranya, mungkin orangtuanya adalah bagian dari keturunan pak Harto yang lagi nyamar jalan-jalan di pasar atau kemungkinan lain adalah orangtuanya merupakan bagian dari skandal dibalik pebangunan ekonomi dan hutangnya pak Harto. Oke. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang gak akan selesai kalo dibahas disini tanpa kita tanyakan langsung ke orangnya.

Alasan gue senyam-senyum sendiri adalah begini. Anak-anak seumuran gue dan dibawah gue (tidak hidup dijaman pak Harto), hidup dijaman itu tetapi tidak merasakan dampak baik maupun buruk terhadap keluarganya akan bertanya, apa sih makna dari tulisan “piye enak jamanku to?” emang jaman kayak apa sih pada waktu itu. Kemudian kita akan tanyakan pada orangtua kita yang kebanyakan hanya menceritakan dari segi ekonomi. Sepintas mungkin seperti ini “ya, jaman Soeharto itu bensin harganya masih seribu-an. Kamu bisa beli bakso hanya dengan uang selembaran monyet 500 perak. Serba murah. Bukan Cuma itu, pak Harto juga melakukan beberapa pembangunan untuk Indonesia, seperti jalan tol yang sekarang sudah hampir menguasai seluruh Jakarta, transportasi umum contohnya ya pesawatnya Pak Habibie itu. Nah itu jamanya Pak Harto” gue yakin, siapaun yang denger itu akan bilang “wah enaknya jaman dia” karena kebanyakan orangtua menceritakan hanya dengan sisi ekonominya saja. Segi keuntungan yang terlihat padahal ada banyak kerugian yang terumpat. Ada krisis politik, krisis moneter dan limpahan hutang yang melonjak atas nama pembangunan di jamannya.
Kebanyakan orangtua tidak menceritakan kisah itu, hanya sepintas terhadap perekonomiannya saja. Mungkin mereka tidak mau ingat krisisnya Indonesia atau juga mereka hanya ingin memberikan sedikit gambaran untuk dipahami anaknya.


Dari cerita sepintas yang disampaikan para orangtua, menimbulkan pemikiran-pemikiran iseng dari anak muda “wah kalo gitu, gue balkik aja ke jaman Soeharto, kayaknya gue bakal kaya kalo hidup dijaman itu” dari pemikiran iseng itu terbentuk akhirnya keyakinan. Timbul banyak pertanyaan “lebih baik hidup dijamann pak Harto atau SBY yang carut-marut seperti ini?” mereka mungkin akan menjawab “ya pak Harto lah jelas, makmur jaman itu gue bisa tajir” diambang semua keadaan bahwa demokrasi di Indonesia semakin surut kepercayaanya. Dari sekedar pemikiran iseng itu berubah menjadi keyakinan yang berpijak pada keteguhan lalu sebuah tindakan. Protes-protes para pemuda pada pemerintah tanpa ada alasan jelas, pembidikan calon legislatif dengan turunan anak buah pak Harto, dukungan penuh pada capres yang merupakan keturunan pak Harto. 



Serem ya, jangan-jangan dengan sendirinya dan tanpa kesadaran kita akan kembali pada jaman pak Harto pada jaman kejahatan yang dibungkamkan. Pada jaman realitas yang ditutupi. Kalau masih banyak yang tidak percaya dengan system demokrasi kita sekarang dan “rindu” tanpa pernah dihadirkan dengan kemiliteran pak Harto gue rasa mulai pada miring nih. Coba kalo kita lihat seperti apa lengsernya Seokarno atas nama rakyat, lihat berapa banyak korban demi mati untuk kelengseran Soeharto atas nama ketidakpercayaan rakyat, lalu Habibie naik mimbar dan turun dengan tidak dipilihnya lagi, Gusdur lengser dengan hilangnya kepercayaan rakyat, Megawati yang tidak dipilih kembali dalam pemilu selanjutnya, dan SBY yang berhasil memberikan kepercayaan dua periode demokrasi kepada masyarakat. Dengan seiringnya, kita mulai mempercayai apa itu demokrasi dan system politik di Indonesia, asal jangan bukan dihancurkan demi kepentingan satu golongan. Kita telah lebih nyaman dengan berdemokrasi, tidak kembali pada belasan tahun lalu. Lihat seperti apa kericuhan mesir dengan tuntutan masyarakatnya yang ingin bebas berdemokrasi. Mari, satu langkah lebih maju bukan melihat buntut yang tertinggal.

Dan kami, tidak membenci jasa yang telah Pak Harto berikan, pembangunan di Indonesia secara besar-besaran. Kami hanya tidak suka sistem, cara maupun kebijakan yang digenggam oleh Pak Harto. Yang diam-diam membuat kehancuran tersendiri bagi masyarakat. Sederhananya bagaimana bisa seorang anak lahir tanpa hutang apapun dibebankan dua juta dari hutang pemerintah. serem kan?

Tujuh Belas Tahun diantara Krisis Politik di Indonesia



Tujuh belas tahun.  Setiap orang punya pandangan tersendiri dengan kehadiran angka tersebut di usianya. Kalo kebanyakan orang bilang “yes, akhirnya gue 17 tahun! Gue dewasa!” bukan poin penting berapapun umur lo terhadap kedewasaan, tapi tentang perilaku. “yess, 17 tahun! Gue punya KTP” random juga terhadap lo punya KTP terus lo mau ngapain?  Ada juga yang bersikap dengan  “yah, 17 tahun, gue makin tua. Gak bisa berperilaku kayak anak-anak lagi” hmm..  gue sudah mejalani usia lebih dari 17 tahun dan bahkan sudah dua tahun diatasnya. Harusnya gue seneng karena gue punya KTP dan bisa bebas kata kebanyakan orang. Tapi enggak, gue masih belom punya KTP. Kalo mau sewa tempat harus ajak temen gue yang punya KTP, kalo ada penilangan polisi gue selalu deg-degan setengah mampus karena gue belom punya SIM. Aneh ya, harusnya gue sudah melalui masa kebebasan 17 tahun yang dialami kebanyakan orang. Gue stak sama kekerdilan gue yang tidak punya KTP karena kelurahan gue selalu bilang “belum jadi mbak KTPnya”  padahal gue sudah mengurusnya dua tahun lalu. Sumpah. Gue sendiri bingung kenapa ini bisa terjadi sama gue, padahal semua keluarga gue KTP nya sudah ditangan. Apa iya gue kudu ngasih selembaran soekarno-hatta. Bukan penyelesaian yang baik gue rasa, toh keluarga gue yang lain gak ada kebijakan suruh nyogok juga kok.  Eh, bentar, kebijakan? Barusan gue bilang kebijakan? What the fucking bulshit nyet. Sama sogok-menyogok dibilang kebijakan. Karena emang itu “kebijakan” diliuar aturan. Ah gak tuntas bahasnya. Ada hal lain yang mau gue bahas disini.

Well, anak-anak muda jaman ini mungkin ngerasain situasi yang berat di angka 17 tahunya. Kenapa berat? Oke. Mungkin  gak banyak yang menyadari “situasi berat” yang gue maksud. Karena kita sibuk have fun ngerayain ulang tahun dimana. Sibuk nyoba-nyoba hal yang dulu dilarang orangtua. Sampe kita lupa bahwa ada situasi lain dari kepemilikan KTP ditangan kita. Politik! Yes! No.. no..!! gue bukan mau ngomongin soal politik terselubungnya SBY terhadap partai lain, gue juga bukan mau ngomongin soal MK yang akan dijungkir balikan terhadap tahtanya, apalagi soal capres kita yang.. duh dijawab sendiri aja titik-titiknya.
Sekarang, kalo gue bilang bahwa pemuda Indonesia lagi diambang krisis kepercayaan terhadap politik lo setuju? Atau kalo gue bilang pemuda Indonesia yang mulai melupakan langkah politiknya terhadap kemajuan Indonesia, lo setuju juga gak? Oke mari kita bebicara sedikit lebih serius tentang Indonesia saat ini. Keadaan pemuda ketika mencapai usia 17 tahun tanpa gue berkata bahwa mereka dewasa atau tidaknya tapi dilihat dari kepemilikan KTP nya menandakan bahwa, pemuda punya langkah besar terhadap Indonesia yang harus di tuju. Tapi sayangnya, masa culture shock yang diterima mulai diabaikan. 

Makanya gue bilang bahwa pemuda Indonesia sedang diambang krisis politik. Waktu pemilu makin mendekat, kebanyakan kita anak muda mungkin updae status “Besok nyoblos nih.. pilih siapa eaa” oke gak penting bahasanya yang penting adalah kebanyakan kita mulai merasa bangga ketika akan nusukin paku di lembaran putih itu seraya bilang “gue udah punya peran penting di Indonesia” tapi mau tau gak sih kalo ternyata peran penting bagi fikiran kita itu mungkin ternyata justru jadi sebaliknya, peran yang merusak. Saudara gue, waktu empat tahun lalu berdiri di balik kap abu-abu justru kebingungan setengah mati, dia harus diposisi milih orang yang sama sekali dia gak tau resume calon tersebut. Sampai dia menemukan dititik kematangan, ada salah satu wajah yang dikenal. Yes, kenal dari sinetronya. Doi artis yang nyalon jadi wakil rakyat. Sodara gue senyum bangga dengan bilang “gue gak asal milih coy” “maksudnya?” “ya, setidaknya gue taulah siapa yang gue coblos, doi di sinetronya selalu jadi orang baik yang disakiti” gue nyengar nyengir goblok gatau apa-apa disitu.

Serem ya, kebaikan di sinetron bisa menilai seseorang terhadap kebaikan dirinya kah? Bukan Cuma artis dan kisah sodara gue. Bahkan mungkin banyak dari kita yang memilih dengan menutup mata dan pura-pura lupa. Milih caleg yang senyumnya lebih manis daripada yang lain, memilih dengan cara melihat marga yang sama, memilih dengan siapa muka yang ganteng. Atau jangan-jangan kita yang taruh koruptor itu duduk di kursi Negara, jangan-jangan kita yang naro tukang tidur di kursi pemerintah, kita yang menghendaki dia duduk disana dengan alasan bahwa kita lupa dan kita tidak tahu siapa yang kita pilih saat itu. Lebih parahnya lagi pemuda tidak berkontribusi dalam pemilu dengan alasan bahwa ia belum pantas dan tidak tahu siapa yang akan dipilihnya tapi ikut demo paling kenceng ketika kebobrokan pemerintah mulai nampak. Coba kembali tanyakan pada si tukang bakar pager senayan siapa anggota DPR yang dipilihnya dalam pemilu 2009 lalu. Kebanyan mulai lupa.


Lalu apa yang seharusnya kita perbuat di masa transisi menuju 17 tahun keatas. Lebih jernih sedikit berfikir tentang kepemerintahan dan jangan bertingkah laku seolah-olah kita tidak tahu. Jangan berteriak paling kencang ketika kita idak ikut bersuara dulu. Jangan-jangan kita yang mulai menghancurkan politik Indonesia secara diam-diam dan menyalahkan orang-orang di senayan. Yuk, politik itu bukan sebuah kebusukan, bukan kehancuran dan kebobrokan. Politik harus kita genggam bersama. Biarkan orang bilang bahwa mimpi kita terlalu konyol maupun terlalu sampah untuk dicapai. Setidaknya kita harus baca, cari tahu siapa pemimpin yang akan menyalonkan diri di pilpres berikutnya, siapa caleg yang akan maju di pemilu 2014. Kita harus tahu dengan alasan kia punya kebijakan memilih. Apakah kita mau diambang krisis dengan kebodohan kita sendiri? Diam diambang kericuhan yang perlu disuarakan. Bergerak, untuk merubah setitik dari Indonesia, yang akan menjadi perubahan besar. 


Tuesday, August 20, 2013

Demi kamu, Cintaku, asal bukan agamaku.


Karena perbedaan dihadirkan untuk kesatuan.
Dalam cinta yang damai, utuh, untuk saling menghadirkan kebahagiaan.

Tapi berbeda tak selamanya berujung bahagia.

Beda, Cuma dari soal potongan rambut, alis mata sampe agama.
Beda, Cuma dari soal jurusan, kesukaan sampe kepercayaan.
Kalo aku percaya kamu gak bakal selingkuh, mungkin kamu percaya aku terlalu mudah untuk diduakan. 

Kalo aku percaya Tuhan itu ada, tapi kamu percaya Tuhan itu Cuma buatan manusia.
Kita berbeda, Cuma soal jenis kelamin, kegemaran sampai kebiasaan.
Kalo kamu pergi setiap minggu ke gereja. Aku harus setiap hari ke mesjid jalanin perintah Tuhan.

Ini  soal kepercayaan. Soal aku sama Tuhanku dan kamu sama Tuhanmu.

Tapi ada satu hal yang buat perbedaan kita ini jadi satu. Tentang perasaan. Tentang hati kita dalam magnet kesatuan. Bagaimana hati kita bertemu dalam satu pandangan disela banyak perbedaan.
Jalani saja dulu, sampai waktu berbicara.

Aku akan meninggalkan apapun demi kamu, cintaku, asal bukan agamaku. Kamu mungkin juga begitu.

Jadi biarkan waktu yang hadirkan cinta kita dalam takdir kita sendiri, tidak tahu dimana ujungnya.
Sampai kita tahu  dimana Labuan takdir kita, digenggaman masing-masing Tuhan kita.



Jagakarsa 18 agustus 2013
22.10


Bedasarkan atas pengalaman teman. Bukan saya.
Bukan kejadian yang sedang saya alami.

Saturday, August 10, 2013

If you could see me now, Dad!



Gak tau kenapa tiba-tiba malem ini gue agak susah tidur. Buka laptop juga gak ada yang asik buat di liat. Gue buka youtube, denger lagu the script if you could see me now. Jujur aja gue belom pernah denger lagunya, gue iseng buka. Kok ternyata kayaknya jadi lagu sedih. Ada lyric yang gue suka.

So if you get a second to look down on me now,
Dad I'm just missing you now.

Iya. Seandainya bokap gue punya satu kesempatan untuk lihat kebawah, walaupun sebentar, dia bakal liat bagaimana gue merindukan dia. Dari lagu itu gue ke lagu The living years nya Mike and the Mechanics. Nambah nyes banget di satu part.

When my Father passed away I didn't get to tell him All the things...... I had to say

Say it loud, say it clear. You can listen as well as you hear. It's too late when we die. To admit we don't see eye to eye

i'm gonna say i realy love you

Beberapa hari yang lalu juga gue sekeluarga baru ngunjungin makam bokap.Iya mungkin disitu titik kangenya. Bodohnya gue dalam setahun ini gue emang cuma dua kali nyempetin diri ke makam bokap. Eh bahkan itu tahun lalu. Bodoh. Bodoh.
Yang gue liat, makamnya sekarang mulai rata sama tanah. Rumput kotak yang sebelumnya jadi penyanggah tiba-tiba aja ngilang. Bahkan ada penjaga kuburan yang sempet bilang "Kemaren kuburanya amblas tuh mbak, saya kasih tanah lagi" Kalo lo berfikir ulang mungkin aja itu oknum yang sebenrnya "minta jatah" tahunan. Tapi kalo itu beneran... gue gagal jadi anak yang katanya cinta ama bokapnya sendiri. Kemana gue.... kemana gue ampe kuburanya mulai rata begini..

Wednesday, August 7, 2013

Lebaran Hambar

Karena ini malem takbiran, gue pengen cerita soal lebaran-lebaran gue. Tiga Tahun belakangan ini lebaran bagi keluarga gue mungkin hampa, semacam udah ga terlalu jadi hari yang pentiing banget kayak dulu di keluarga gue. Yang pertama emang gara-gara tiga tahun belakangan ini Bokap udah gak sama kita lagi. Iya persis di Ramadhan tahun 2010 Bokap gue meninggal. Salah satu adegan hidup gue yang paling berat saat itu. Juga secara berurutan dalam tiga tahun itu kakak dan abang gue nikah tiga-tiganya. Jadi mereka udah punya keluarga sendiri, gak lebaran bareng-bareng lagi.

Waktu takbiran mulai kedengeran dari sela-sela rumah gue, tiba-tiba keinget aja kejadian malem takbiran yang pernah gue laluin.

Takbiran waktu gue masih kecil banget yang pernah gue inget Bokap gue ngajakin takbiran di depan rumah yang kebetulan jalan gede dan sering dilewatin orang. Awalnya kita cuma teriak-teriak aja di depan rumah. Bokap, Nyokap, 2 abang gue dan 2 kaka gue, waktu itu 2 adek gue masih kecil. Banyak banget kayak sekampung keluarga gue. Tapi lama kelamaan kok kayaknya sepi, tiba-tiba Bokap masuk ke rumah. Yah gaseru deh nih takbiranya udah selesai. Pikir gue waktu itu. Gak lama Bokap manggil abang gue dari dalem. Kita masih takbiran aja terus di garasi rumah dengan gerbang yang dibuka lebar. Dua laki-laki itu keluar ngebawa banyak barang banget. Dari galon sampe panci-panci dikeluarin. Ternyata doi ngajak kita mukul-mukul biar takbiranya makin seru. Nyokap melotot "ampe panci umi pecah bodo amat kagak ada ketupat besok" Akhirnya kita mukul-mukul galon, panci, ember, tutup panci kayak gendang sambil teriak-teriak. Ya, lo semua juga tau. Itu semua pecah kebagi dua, bahkan galon yang segitu kerasnya. Kita mukul pake kayu, bahkan abang gue mukulin pake besi. Malem takbiran ama bokap yang gak bakal gue lupain.

Ada juga malem takbiran di tahun yang gue lupa tahun berapa, bokap beli sound speaker. Yak jadi malem takbiran taun itu kita takbiran pake sound gede, ditaro di depan gerbang rumah terus dengan suara cempreng keluarga gue kita takbiran. Semacam bikin mesjid di rumah sendiri.

Pernah juga gue ama kakak-kakak gue konfoi naik motor terus teriak-teriak sambil takbiran. Dari jalan yang rame banget ampe sepiiii banget. Sampe semua orang liatin kita, gue juga bingung kenapa pernah lakuin itu.

Hal-hal lain udah mulai gue lupain soalnya gue pelupa dan emang gue masih anak kecil.

Yang jelas, tiga tahun belakangan setelah bokap gak ada, malem takbiran kita hambar. Gak rame, gak ada acara takbiran dirumah. Kita cuma dengerin orang yang takbiran di mesjid atau bahkan cuma nontonin acara TV yang cuma lelucon jail doang.

Tahun awal pas Masih awal banget bokap meninggal, bahkan tujuan kita cuma ziarah ke makam dan nemenin nyokap di rumah yang masih masa iddah. Baru banget 10 hari. Bikin ketupat juga enggak. Hambar banget. Semua cuma main aja dikamar, di depan TV, main ama hapenya sendiri, semacam bukan lebaran.


Tahun berikutnya. Lebaran ke dua tanpa Bokap. Karena nyokap pulang kampung ke surabaya, kita bahkan cuma Shalat ied ber-lima. Satu kaka gue udah nikah disitu. Adek paling kecil juga ikut nyokap ke Surabaya. Lo tau gak, abis shalat ied saking kita bingungnya harus kemana. Kita malah ke Mall. Waktu itu masih jam 10 pagi bahkan. Dan.. Mall bahkan belom buka. Mau balik kerumah juga percuma gak ada makanan apa-apa. Masa iya kita harus pulang ke rumah bokap (lagi), satu-satunya tujuan kita lebaran waktu itu emang kuburuan bokap doang. Mau kerumah sodara juga kita bingung sodara kita jauh-jauh semua. Dan dengan bodohnya, kita duduk didepan Mall itu nunggu sampe Mall itu buka. 3Jam berikutnya. Kita masuk dan itu masih kosong gak terlalu rame.
"mau kemana bang"
"gatau gue juga bingung"
"lo gimana sih kan lo yang ngajak" kaka gue udah kebawa sensi
"nonton aja deh"

Bioskopnya masih tutup sodarah.. masih kudu nunggu 1 jam lagi. Okedeh.

Cuma bertiga, soalnya abang gue yang satu kan shalat di depan. Adek gue yang satu motoin ini.

Hambar banget Lebaranya.

Tahun berikutnya, kakak gue yang satu lagi nikah. Dan nyokap kembali pulang kampung ke Surabaya. Jadi tinggal 2 Abang gue, gue, dan 2 adek gue. Abang gue yang satu juga ngilang gatau kemana. Kita berempat juga kebingungan mau kemana. Untung saat itu kita memutuskan untuk nyusul nyokap ke Surabaya. Tetep aja Hambar, gak kayak keluarga.

Tahun ini, Abang gue yang satu lagi nikah. Tapi untungnya nyokap gak pulang kampung ke Surabaya. Terus sesuai permintaan gue, semua keluarga kudu ngumpul di hari pas lebaran. Gue gak pengen lebaranya hambar lagi. Bukan kayak keluarga lagi.

Karena pada masanya keluarga bakal kayak gitu ya, pada waktunya masing-masing akan berpencar membuat kesatuan. Meninggalkan apa yang pernah jadi satu tanpa pernah melupakan. Pada masanya, hal-hal yang terjadi akan selalu jadi kenangan tentang cerita-cerita jaman dulu. Pada masanya...




Saturday, August 3, 2013

Sejak Aku tahu Sajakmu


Sejak aku tahu sajakmu.
Berdengung dada ini membuat irama dalam balutan asmara.
Sejak aku tahu tulisanmu,
Seperti nestapa yang diguyur bahagia dalam waktu tak di duga.

Sejak aku tahu sajakmu,
Aku seperti hidup pada masa kedua, masa dimana aku tidak tahu apapun selain cinta
Aku seperti menari pada dawai-dawai nada yang iramanya sehalus senja
Bermain, berlari seperti tidak tahu mati

Sejak aku tahu sajakmu,
Aku menjadi seperti ini

Dan sejak itu yang aku tahu...
Bahwa yang tersisa hanya sajakmu,
Tanpa sebuah dekap dalam gelap semanis kata-katamu disitu.

Sejak itu yang aku tahu, bahagia itu akan berakhir pada kehilangan.
Hilang tanpa jejak.


Sunday, July 21, 2013

SAJAK-MU


 
Mencintai angin harus menjadi siut...
Mencintai air harus menjadi ricik...
Mencintai gunung harus menjadi terjal...
Mencintai api harus menjadi jilat...
Mencintai cakrawala harus menebas jarak...

MencintaiMu harus menjadi aku

Waktu berjalan ke Barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang.
Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan.
Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang,
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan.

Sementara kita saling berbisik
Untuk lebih lama tinggal
Pada debu, cinta yang tinggal berupa
Bunga kertas dan lintasan angka-angla

Ketika kita saling berbisik
Di luar semakin sengit malam hari
Memadamkan bekas-bekas telapak kaki, menyekap sisa-sisa unggun api
Sebelum fajar. Ada yang masih bersikeras abadi.



Saparadi Djoko Damono
(1966)


Laki-laki Dengan Tahta Keberanianya


Karena laki-laki diciptakan dengan dua hati. Dan terkadang dua tidak bisa digenggam oleh satu. Perempuan titahnya menjadi makhluk yang paling setia. Tunduk terhadap apa yang dimilikinya. Sedang laki-laki  dengan kebanggaan pundaknya untuk melindungi perempuan, dan bukan hanya satu. Kamu tahu, laki-laki itu sarat makna yang sangat tajam dibanding dengan seseorang yang berkumis, memiliki jakun dan bersuara besar.


ki orang yg mempunyai keberanian; pemberani: ia bertindak sbg ~;

Jadi setiap laki-laki telah diciptakan dengan keberanianya. Dan disetiap keberanian, ada tujuan melndungi. Siapa yang dilindungi? Perempuan. "Mpu" derajat peninggian. Tinggi kalah dengan yang berani. Jadi apakah perempuan harus selalu berada di ketiak laki-laki?  Berlindung dalam ketakutan diri dan mencari rasa aman. Apakah perempuan akan terus berada disana? Sampai saat ketika disebelahnya sudah ada perempuan lain yang dilindungi di bahu yang sama. Menghilang tapi tidak ada perlindungan, atau tetap berlindung dalam payung sakit hati. Lebih baik lepas, hilang perlindungan, karena selamanya kita masih bisa melindungi diri kita sendiri.

Laki-laki selalu diberi rasa ingin mencintai, walaupun disisnya sudah ada orang yang sangat mencintainya. Entah ia ingin mencintai perempuan disisnya itu, atau mencari perempuan lebih baik (menurutnya). Laki-laki, selalu seperti itu. Bertindak dengan fikiranya, tanpa berfikir perasaan. Bertindak semaunya tentang apa keinginanya tanpa berfikir hati perempuan. Laki-laki akan selalu berfikir bahwa hidupnya akan sangat bahagia, tanpa terikat. Padahal tidak lama lagi ia akan terpuruk busuk dalam kebisingan, merasa diasingkan dalam keramaian dan mati dalam kehinaan. Karena selamanya ia akan butuh cinta, dan selamanya ia akan mencintai walau bukan di satu wanita.


Monday, July 15, 2013

Tidak Terlalu Dini dan Tidak Terlalu Lama




Perasaaan yang terlalu dini diucapkan, akan membuat keputusan yang tergesa. Menjadi serba tidak ada.


Perasaaan itu gak pernah salah. Gak pernah bisa kita salahin, walaupun kadang kita jatuh di orang yang salah. Kepada orang yang tidak bisa mencintai kita. Kepada orang yang hanya bisa kita rasakan bahunya, pungggungnya karena selamanya ia tidak akan pernah menoleh melihat siapa yang mencintainya. Perasaan itu soal bagaimana kita bersikap, soal hati kita yang bisa mahaminya. Ada perasaan yang datengnya terlalu dini untuk bisa dinikmati. Dan ada orang yang salah kaprah dengan perasaan itu. Kadang, kita butuh waktu untuk sekedar memahami perasaan apa ini. Ada rasa yang datang untuk sekedar mengaggumi, ada rasa yang datang untuk sekedar menyukai. Tapi ada rasa yang datang dengan tahta yang lebih tinggi. Namanya cinta. Semua orang juga tau apa itu artinya. Tapi semua orang gak bisa menjelaskan bagaimana dia.
Kadang kita terlalu terburu mengungkapkan apa yang kita rasakan pada objeknya. Tanpa lebih dulu meyakinkan dalam hati kita. Dan selalu, keputusan yang tergesa kadang jadi nihil hasilnya.
Mereka yang terburu-burur mengungkapkan rasa mungkin cuma butuh pendamping. Tanpa harus tahu bagaimana rasa itu sebenarnya. Usia hubungan jadi bukan hal yang paling penting. "Yang penting gue udah pernah milikin dia" jadi kayak panutan seberapa banyak mantan. Bikin kebanyakan orang bulshit sama cinta. Bikin kebanyakan orang mikir bahwa siapapun yang mencitai dia emang cuma singgah tanpa tau arah. Hilang dalam sekejap kenangan.

Perasaan yang lama dibiarkan dalam diam, akan habis masanya dalam ketidakpastian yang berujung kesakitan. 


Kadang diam adalah pilihan. Pilihan untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya kita rasakan. Silence is the most powerful scream. Teriakan itu menurut gue adalah penanang hati. Bagaimana kita bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya kita rasakan. Tapi gue lebih suka meneriakan semua yang ada dengan diam. Soal perasaan, semua orang juga tau perasaan dalam diam itu paling menyakitkan. Diam diantara kebisingan orang, dan diam diantara dia sama gebetan. Cuma orang-orang yang bodoh kayak kita, terus diam dalam ketidakpastian. Tertawa disetiap denyut kesakitan. Tersenyum diantara cerita-cerita yang tidak pantas untuk dibahagiakan. Merasa jadi pahlawan tersembunyi, mencintai dibalik jubah persahabatan. Emangnya kita hidup di jaman apa. Ini jaman milenium. Jaman sahabat sendiri kadang bisa ngambil gebetan lo. Jaman orang ketemu satu jam bisa langsung nembak dan jadian. Serem banget kan? kalo kita terus diam dalam ketidakpastian. Kita akan dimakan perlahan-lahan oleh kesakitan. Setidaknya kita butuh memastikan diri kita sendiri, meyakinkan bahwa kita memang pantas. Bukan diam ingin dimengerti. Bergerak untuk sesuatu yang pasti. Berdiri sebagai pemenang daripada diam sebagai pecundang.

Dan yang harus di ingatt...
Jadi gausah ngerasa takuuut... Santai kayak di pantai, selau kayak di pulau.

Saturday, July 13, 2013

Namanya Nekat Jogja


Gatau kenapa gue doyan banget jalan-jalan. Dari jalan pake kaki, ampe pake helikopter. Bagi gue jalan-jalan itu cerita. Jadi ceritanya kuliah gue mau libur. Dan gue belom mesen tiket balik ke jakarta. Jeng.. jeng... kereta penuh saudara-saudara. Harga pesawat juga gak wajar, paling murah 900 ribu, yang biasanya itu paling mahal. Emang salah gue, gak mesen tiket dari sebelum firaun jadi mumi. Udah tau mau deket puasa. Biasanya yang LDR pada sungkem ama calon mertua, jadilah penuh, gue bingung pulang naik apa. Kebetulan temen kuliah gue ada yang ngajak ke jogja. Awalnya gue males banget, udah lebih dari 5 kali gue kesana, dan.. gitu-gitu aja. Malioboro masih tetep rame, UGM masih tetep gede, dan kraton masi tetep jadi kraton. Tapi berhubung tiket ke Surabaya-Jogja masih ada yang kosong. Gue iyain aja. Jadi ceritanya kepulangan gue ke jakarta mau dibikin 2 perjalanan. Tiket ekonomi ac dari Surabaya-Jogja 90 ribu, atau ada juga yang 110 ribu. Sebenernya menurut gue segitu kemahalan. Biasanya gue naik yang 33.500 atau 40.000. Tapi kereta itu udah gak ada sekarang sodarahhh, udah diganti pemerintah. Awalnya gue ngajak temen gue buat naik bis aja, harganya wajar.Surabaya-Jogja 38.000 yang ac ekonomi, atau bus cepat eka 68.000 lumayan dapet makan dan berentinya gak terlalu lama. Tapi temen gue (dimas) gak pernah naik kereta dan beralasan kalo naik bis bakal susah ijin sama orang tuanya. Jadi yasudahlah.

Waktu di Solo, kereta sempet berenti agak lama. Jadi gue ama dimas beli bakso dulu di stasiun. Haha. Pas di kereta, depan kita ada mbak-mbak yang emang orang Jogja asli. Pas nyampe di stasiun, kita bingung. Kebetulan kita mau nginep di rumah temenya salah satu temen gue (Teo). Dan itu di daerah jombor. Setau gue emang jombor itu jauh dari pusat kota, atau stasiun deh. Kita nyampe sekitar jam 8 malem. Kata mbak-mbak di depan "naik Trans Jogja aja, sekali kok" cuma.. cuma kita kudu jalan dulu ampe ujung sana untuk mencapai Halte Trans Jogja. Kebetulan mbak-mbak ini bawa kardus yang berat banget, sekitar 6 kilo. Dimas, selaku cowok paling macho bermaksud buat bawain tuh barang mbak-mbak nya.
"Gausah dek berat loh biar saya aja yang bawa"
"Gak apa-apa mbak saya aja"
Jadinya tuh kardus ada di tangan Dimas. 2 detik kemudian, muka Dimas merah kayak nahan cepirit. Gue bisik "Berat banget yah dim?" dia ngangguk setuju. Niatnya kita ama mbak-mbak itu yang emang searah ama halte trans jogja mau jalan ke ujung jalan sana.
"dek berat banget loh, udah sini saya aja yang bawa" mbak-mbaknya nawarin lagi ke dimas yang emang udah keliatan keberatan.
"enggak kok mbak gak berat, udah biasa, gak berat kok gak berat"
Gue ketawa ngakak aja liat mukanya yang sebenernya super keberatan. Baru berapa langkah jalan, tiba-tiba mbak itu benerti. "Dek naik becak aja ya, paling 8 ribu" mungkin dia paham sama dimas yang mulai tenaganya abis. Karena kita sayang temen, jadi kita setuju aja. Tu mbak-mbak balik lagi ke arah stasiun buat manggil becak. Gak lama dia balik bawa 2 becak. Gue naik ama mbak-mbaknya. Dimas ama Teo di becak depan. "mbak jadi becaknya berapa?"
"gausah dek udah saya bayar dua-duanya"
"loh kok mbak yang bayar, gausah mbak kita aja"
"gak apa dek"
"duh mbak saya jadi gaenak makasih ya" yes! banget padahal.
Jadi bantuin sekeliling lo, karena kadang lo dibantuin juga ama sekeliling lo. Gak bisa lo minta bantuan tanpa isyarat, kalo sebelumnya lo membantu tanpa isyarat.

Akhirnya kita tiba di halte Trans Jogja, dengan muka yang udah bengep kecapean semua.

Begitu nyampe terminal, kita juga kudu jalan ke rumah temenya si Teo. Dijalan gue liat ada warkop. Dan tanpa perintah kita semua berbelok kesana. Laper banget boss.. aus lagi.
"Makan indomie aja"
Oke mereka berdua mesen Indomie. Karena gue suka banget sama makanan khas sini, namanya Magelangan. Sebenernya gampang banget bikinya. Cuma gue suka aja. Jadi itu tuh cuma indoomie goreng, dicampur sama nasi goreng. Tapi jadinya uenaak bangeet. Kalo di Surabaya namanya Nasi goreng Mawut, tapi gak seenak Magelangan punya. Nih kayak gini
Begitu nyampe rumah temenya Teo, ternyata mereka sudah mempersiapkan kita makan. Oh Tuhan, perut gue mau meledak banget rasanya. Cuma ya namanya menghormati gue tetep mencentong nasi. Walaupun mereka selalu nyuruh "nambah lagi ayokkk kan laper tuh" gue senyam senyum aja sambil ngangguk. Padahal perut udah mau meledak banget.

Besoknya kita cus mau jalan-jalan keliling Jogja dengan menyewa motor. Iya jadi ada di Jogja tuh penyewaan motor harian. Satu motor sekitar 40.000 sampe 50.000. Kalo bukan hari libur bisa aja cuma 20.000. Sebenernya motornya bisa di anter kerumah lo. Cuma kena ongkos biaya 10.000 yang jatohnya malah jadi mahal. Jadi mending diambil aja. Udah dapet 2 helm, jas ujan dan untung-untungan bensin. Kadang masih full, setengah atau udah mau abis banget.
Kita cus langsung ke Gunung kidul. Disana banyak pantai, jadi berkomplek-komplek gitu. Perjalanan sekitar 2 jam. Tujuan awal kita pantai kukup.
Sampai di pantai Kukup
Langsung basaaaahhh


Oiya jadi ini pantai ternyata Karang. Dan di bagian tiap karang-karangnya itu banyak banget bulu babi. Lo tau kan bahayanya bulu babi. Cuma dari sekedar berdarah, atau bisa langsung demam 2 hari. Gue awalnya agak takut buat lanjutin jalan ketengah. Pantes orang-orang pada mainya cuma di pesisir, gak lanjut ke bagian Tengah yang kalo menurut gue itu keren. Ternyata serangan bulu babiiiii
 Nekat kita tetep lanjut ke tengah
Dan jeng jeng.. kaki gue pun luka ke seret bulu babi. Mmebuat gue sempet terpincang-pincang 2 hari. Serius, lukanya sih biasa banget. cuma itu kalo kena lantai jadi sakit banget. Sampe dirumahpun gue sempet cuma tiduran aja dikasur karena gak bisa jalan. Baru sembuh sekitar 3 hari kemudian. Huft. Karena gue udah luka begitu, kita main dipinggiran pantai aja.

3 jam lebih kita di pantai ini. Ngobrol, bercanda. Awalnya gue kepengen kita buat pindah ke pantai lain. Tapi mereka berdua udah terlalu nyaman duduk dibawah karang gitu, yaudahlah nikmatin aja. Jam 4 kita balik ke kota Jogjanya. Nyari angkringan di alun-alun selatan. ceritanya kita bertiga lagi duduk sambil nikmatin minumanya masing-masing. Mereka sambil ngerokok. Tiba-tiba dibelakang ada suara orang nyanyi-nyanyi pake sound gitu. Ah fikir gue paling pengamen. Pas gue nengok ternyata itu banci. Gue cuma nunduk aja. Dimas yang posisinya di depan tu banci diem gak bergeming. Teo berkali-kali udah angkat tangan tanda maaf gak mau ngasih duit. Tapi tetep aja tuh banci di tempat kita. Bahkan suaranya malah digedein. Gue nunduk aja.
"Rokok juga boleh kok mas" Begitu kira-kira logat bancinya. Dus rokok persis ada di depan mata gue, Dimas nawarin gue rokok sambil bercanda tadi. Sambil dia bilang "suatu hari lo bakal ngerokok kok bib, suatu hari!! entah rokok yang kayak gimana" gue ketawa aja di tengah kepulan aasap mereka. Balik ke banci. Karena Dimas gak berisyarat untuk "bib tolong kasih rokoknnya" atau "bib bukain aja rokoknya" jadi gue menarik kesipulan bahwa Dimas emang gak mau ngasih rokoknya. Itu banci masih nyanyi-nyanyi, bahkan makin nempel ke Dimas. "rokok boleh kok masss" Tiba-tiba Dimas batuk. Gue baru nengok ke dia, mukanya pucet banget kayak abis ketemu calon mertua. "Eh..eh... ini mbak" Persis tuh banci langsung pegi. Untung banget Dimas masih manggil dia mbak, fatal banget kalo mas. 
"Anjing gue diliatin selangkanganya" Gue ketawa ngakak dulu liat muka panik dimas.
"udah malah paha dipegang-pegang, itu kain dibuka-buka ampe selangkangan!! maksudnya apa??? apa maksudnya?? gue keliatan cowok gak normal gitu?? Tuhaaan!!!" gue ketawa ngakak sengakak ngakaknya. Padahal itu banci masih di sebelah kita.
"lo lagi bib, itu rokok di depan lo kenapa gak lo kasih??"
"gue fikir lo gak mau ngasih dim, makanya gue nunduk aja"
"ahh.. taulah. kenapa gue dapetnya selangkangan bancii!! kenapa??"

Besoknya, setelah kita bener-bener capek banget. Dan emang niatnya sekalian mau balik. Gue balik ke jakarta, Teo Dimas balik ke Surabaya. Pemilik rumah nya pergi ke sunmor jogja. Awalnya gue mau ikut, Dimas juga mau. Tapi Teo gamau, yasudahlah jadi kita ditinggal di rumah. Karena bingung mau ngapain, akhirnya kita nekat mau ke gunung merapi.
Sebelumnya makan bubur dulu, baru cuss.. perjalanan sekitar 45 menit.


Sebenernya sempet kerumah mbah marijan. Cuma fotonya di hape Dimas dan kita belum bertemu lagi..
Sorenya gue pun balik ke jakarta naik bis. Dimas dan Teo juga balik ke Surabaya naik bis juga...