Saturday, March 28, 2015

“PK movie, Mempertanyakan Tuhan"





Seorang Alien dari planet luar turun ke bumi dalam keadaan telanjang dan tidak dapat berkomunikasi dengan siapapun, hanya berbekal sebuah kalung pemancar pesawatnya. Layaknya bayi yang baru lahir, PK movie menggambarkan sesosok alien yang diperankan oleh artis bollywood ternama Amir Khan yang diberi julukan peekay (pemabuk) ini membuat alis berkerut tapi disajikan dengan bumbu komedi didalamnya. Pencarian Tuhan yang diyakini PK dapat membantu dalam menemukan Remote controlnya ini menjadi permasalahan yang sangat kompleks

Tuhan yang seperti apa? Yang bagaimana? Disaat yang PK temukan adanya keberagaman Agama di India. Sebagai orang awam yang tidak mengetahui agama apapun, PK mengikuti anjuran masing-masing agama yang mereka yakini  memiliki Tuhan. Ketika ke gereja ia bahwa sebuah kelapa yang merupakan persembahan untuk Tuhan bagi umat Hindu, ia diusir. Membawa botol wine ke masjid yang merupakan persembahan bagi umat gereja, juga kembali diusir bahkan dikejar oleh islam garis keras.

Sampai ia merasa sangat lelah karena tidak pula dipertemukan dengan Tuhan. Ia merasa lelah dengan perintah dari masing-masing agama. Ada agama yang menyatakan untuk beribadah di hari minggu, ada agama yang menyuruh beribadah di hari selasa. Ada agama yang menyatakan untuk beribadah pada sebelum matahari terbit, ada yang mengatakan setelahnya. Ada yang memuja sapi, ada pula yang mengurbankannya. Ada yang ke kuil tanpa sepatu, sedang ke gereja harus menggunakan sepatu.

Kejenakaan Rajkumar selaku sutradara membuat film yang mengangkat isu berat ini menjadi mudah dipahami. Sutradara dari 3 Idiot ini membuat adegan yang sangat lucu namun sangat mengena bagi penontonnya. Seperti saat PK bertemu dengan manusia yang berpenampilan dewa krisna, karena dianggap Tuhan yang sebenarnya hingga ia harus kejar-kejaran. Kisah romantis film ini juga ditambahi dengan bertemunya seorang perempuan pembawa berita dari media televisi di India. Jaggu yang keluarganya menganut ajaran Tapaswi ini membantu PK mencari Remote controlnya yang dicari.

Pertemuan PK dengan Tapaswi menampar penonton mengenai fungsi dari agama. Dimana, terkadang agama didoktrin dalam satu simbol. Melihat dengan mata telanjang, agama itu sendiri bukan sebuah simbol yang dimiliki setiap orang. Melainkan keyakinan atas diri sendirinya. Sampai ketika PK mengatakan adanya “wrong number” dimana perintah Tuhan telah salah disampaikan oleh sang penerima pesan. Siapakah penerima pesan itu? Adalah masing-masing dari pemuka agama.

Seperti halnya ada agama yang menyiram susu pada patung Tuhannya, diyakini PK merupakan sebuah kesalahan. Dimana perintah Tuhan sejatinya adalah memberikan susu tersebut kepada anak-anak kelaparan di Delhi. Konflik PK yang menuntut Tapaswi mengenai sistem agama yang dibuat secara kaku ini membuat para penonton akan sadar dengan tujuan utamanya, yaitu Tuhan. Dimana, pengkakuan agama atas sistematika itu sendiri membuat adanya geolak untuk melupakan iman kepada Tuhann.

Dalam perdebatan antara PK dengan Tapaswi, dimana merupakan sebagai cara untuk mengambil alih barang kepemilikan PK yang diambil oleh Tapaswi. Membuat penonton berfikir ulang mengenai keyakinan terhadap agamanya yang telah dipermainkan oleh beberapa golongan.  PK mengatakan bahwa ia mempercayai Tuhan, tapi Tuhan yang mana? Pada akhirnya dia berkesimpulan; Tuhan itu ada dua. Satu Tuhan yang menciptakan kita semua, satu lagi Tuhan yang diciptakan oleh manusia. Tuhan yang menciptakan kita dan alam semesta ini tidak pernah kita tahu sosoknya, sementara Tuhan yang diciptakan oleh manusia sosoknya sama seperti manusia. Kadang menipu, suka berbohong dan menakut-nakuti.

 Film ini membuat adanya keyakinan kita atas Tuhan kita sendiri. Jangan sampai sistem agama yang dinyatakan kewajiban membuat kita menajdi lupa atas tugas kita terhadap Tuhan. Karena Tuhan tidak pernah menyuruh kita dengan cara yang kejam. Kenapa manusia saling membunuh atas nama-Nya, mengapa beberapa ritual agama menyakiti dan menyulitkan umat-Nya? dan mengapa Tuhan malah mempersulit mereka yang ingin berkeluh kesah kepada-Nya?

Diakhir cerita, didapatkan satu kalimat PK yang sangat mengena. Mengenai manusia yang menganggap bahwa “Tuhan perlu kita lindungi” PK mengatakan “Dunia ini sangat kecil, dan kita adalah bagaikan debu di alam semesta.
Lalu kamu mau melindungi Tuhan yang menciptakan alam semesta? Tuhan tidak butuh dilindungi”

Monday, March 23, 2015

Setelah Satu Tahun Lamanya



Setelah satu tahun lamanya, aku dibuat lupa. Dungu tentang arti seorang kasih dari ibu. Setelah satu tahun lamanya, aku dibuat kecewa. Tidak pernah bercanda atau sekedar menyapa. Setelah lebih dari satu tahun aku dibuatnya hancur, jiwa, batin dalam kesepian yang tidak bisa disalahkan. Setelah lebih dari satu tahun, aku dibuat menjadi seorang anak yang meronta-ronta, meminta kasih sayang dari pihak lain. Menangis setiap malamnya.

Pada keadaan yang sangat tidak diduga-duga. Pada saat aku mengantarnya ke suatu tempat, lalu ban motor kami bocor ditengah jalan. Menepi, mencari tukang tambal. Aku mendorong motor ditengah teriknya panas, sedang ia berjalan jauh dibelakangku.
Kami duduk berseblahan, diam dan tak saling bicara bak orang yang tidak kenal. Lama sekali kami duduk hanya menikmati debu dari jalanan dan klakson mobil yang lewat. Seolah waktu disana berjalan sangat lama, membuat kami berdua terperangkap dalam kebisuan. Takut salah ucap dan salah bertanya.

Lama sekali kebisuan itu, sampai aku mendengar suaranya yang serak.

“how’s Surabaya?”

Aku hanya menoleh sekilas, memastikan bahwa ia yang bicara.

“nice, really nice!”

Diam lama.

“kamu berapa semester lagi?”

Thanks god. Dari mana saja dia bahkan perkembangan anaknya tidak disimak. Tidak dihitung atau bahkan hanya diacuhkan.

“3 atau 4 semester lagi”

“wah cepet ya gak kerasa”

Yeah. Karena mungkin yang difikirannya tidak pernah tentang aku. Sampai ia lupa sudah sampai mana kakiku melangkah.

“mau kerja dimana?”

“gatau sedapetnya”

“balik ke Jakarta aja ya...”

Lalu kami dikagetkan dengan tukang tambal yang sudah selesai. Pembicaraan kami terhenti dan sepertinya ia sudah tidak butuh jawaban.

Setehal itu ia membelikanku tas baru, dan beberapa barang yang baru. Setelah sebelumnya selama satu tahun itu aku harus membelinya sendiri, dari uang yang aku simpan secara pribadi.
Memang setelahnya ia tidak melanjutkan perbincangannya. Tidak kembali bertanya dan menunggu jawabanku. Tapi terimakasih Tuhan, bahwa ia masih bertanya apakah aku baik-baik saja.
Kemarin,

Aku hancur sehancur-hancurnya

Aku jatuh dalam lubang yang terlalu jauh

Aku menangis terisak sampai sesak

Aku bahkan kesepian dalam tempat ramai

Aku bersyukur setidaknya ia masih bertanya tentang kabarku bahkan mengenai tujuan hidupku. Membuatku  sadar bahwa aku masih memiliki sosoknya. Sosok yang setelah satu tahun itu aku rasa hilang jauh. Diantara kehancuranku, hari ini ia berlaku bak seorang yang aku rindukan terlalu lama.

Aku berharap ini akan selamanya, tapi mungkin ini hanya bagian dari bunga mimpi yang aku idamkan sejak lama.

Suatu hari nanti aku ingin bercerita, kepadanya. Bagaimana rasa sakit ini, bagaimana mata ini sembab dibuatnya setiap hari.

Aku ingin bercerita padanya, bagaimana hampanya saat tidak memiliki siapa siapa untuk berbicara. Tidak pernah ditanya bagaimana keadaannya. Dan tidak perlu mengabarkan siapa-siapa.

Entah kapan waktunya. Aku berjanji, bahwa akan menceritakan semuanya. Kepada dia.

Wednesday, March 18, 2015

Untuk : Mahasiswa Terdahulu dari Kami Mahasiswa Masa Kini





Setelah lama saya gerah dengan banyak sindiran di media sosial maka ijinkan saya menuturkan perasaan saya. Sebentar saja tulisan ini untuk dibaca. Mengenai apa yang dikeluhkan oleh para tetua, mengenai apa yang disayangkan oleh para angkatan reformasi sebelumnya. Sindiran yang lembut atau menohok saya lihat setiap harinya. Mengenai narsisnya  kaum muda dibalik tongsis, sedang negaranya diambang krisis.
Para mahasiswa yang katanya dulu, adalah pejuang atas segala sistem yang salah. Para mahasiswa yang katanya dulu adalah pembela rakyat dari kejahatan pemerintah. Para mahasiswa yang katanya dulu adalah penggerak perubahan. Lalu semua seperti hilang, bungkam di balik instagram.
Saya setiap hari mendengar baik secara langsung maupun selentingan, mengenai mahasiswa yang tunduk duduk menunggu ipk keluar. Sedangkan pemerintahannya dipuncak krisis kepercayaan. Sistem yang dibolak balik, hukum yang diinjak-injak uang dan bahkan wewenang yang senaknya digunakan.
Lihat bagaimana harga beras yang semakin membumbung tinggi, bagaimana bbm yang dinaikkan atas nama pendidikan (katanya) dan lalu transportasi umum (non bbm) naik dengan persentase yang tidak rasional.
Tapi sayangnya, kami (para mahasiswa masa kini) hanya bisa tertunduk dibalik buku dan tuturan dosen dikelas. Menunggu ipk keluar atau menunggu jadwal sidang. Kami (para mahasiswa masa kini) tidak bisa turun ke jalan, membela hak rakyat atas kebijakan pemerintah yang semakin aneh-aneh saja.  Kami lebih memilih mencari perkara lain untuk diselesaikan. Memilih bagaimana kesejahteraan PKL dilingkungan kampus tanpa berfikir bahwa harga beras dan bbm lebih penting ketimbang lapak mereka yang masih belum memiliki status. Bagi kami lahan parkir kampus lebih penting untuk diurusi ketimbang menagih janji presiden yang sebelumnya kami pilih.
Maka kami (para mahasiswa masa kini) memohon maaf jika tidak bisa turun ke jalan. Berpanas-panasan dan berteriak lantang menyuarai kebebasan. Karena kami malu, sangat sangat malu. Telah mengagung-agungkan calon yang salah. Memilih dengan pandangan sebelah mata yang kami buka. Kami hanya merasa terlalu sungkan, dengan para lawan yang kami habisi mati-matian di debat calon presiden saat itu. Kami merasa tidak punya muka, untuk mereka yang ternyata menyuarakan kebenaran yang kami baru sadari sekarang.
Bahkan kami masih memiliki beberapa dendam, dengan mereka yang memilih calon kandidat nomor lainnya. Bahkan kami masih belum berteggur sapa karena berdebat panjang dengan emosi seharian.
Yang kami rasakan saat ini adalah malu. Untuk menuntut keadilan dari sosok yang kami agungkan. Kami merasa sangat malu untuk menjatuhkan calon yang kami dukung mati-matian.
Maaf para mahasiswa dahulu, yang dengan peluh keringat, air mata membela hak rakyat di era refomasi. Maaf para mahsiswa terdahulu saat kalian menuntut pemimpin dan dapat menjatuhkannya. Kami hanya bisa bungkam, membuka path dan hanya main instagram. Dibanding harus berpanas-panasan dan berteriak didepan kantor pemerintah.

Monday, March 16, 2015

Some pain

This pain is stronger.
Makes me sick and weak.
I can't stand this much longer.
I just sit here and weep.

Dad, please answer my calling.
I just really don't know what  should i do right now.

Friday, March 13, 2015

Catatan Sebuah perjalanan

"if travel teaches us how to see, how come every time all i see is you?"



Setelah sekian lama gue udah stuck sama kegiatan di kampus . Menunda keinginan diri buat traveling lagi. Hari ini gue memutuskan buat mulai itu semua kayak dulu. Menurut gue travel adalah proses mencari jati diri. Ketemu orang baru, kenalan, ngobrol, lihat realitas sekitar, kejadian lucu dan gak terduga. Itu semua didapatkan ketika kita berani beranjak dari kasur kita. Keluar, sekedar berjalan dan memhami keadaan. Mungkin kasur memang tempat terbaik untuk merebahkan lelah seharian dari tugas yang gak kelar-kelar. Tapi kebahagiaan ketika kita melihat apa yang tidak orang lihat tidak akan pernah bisa diungkapkan.

Gue suka jalan-jalan, oke gue ulang. Gue cinta jalan-jalan. Sekedar jalan kaki dari kampus sampe kosan (oke yang ini kalo kaki gue lagi gak super mager aja sih) sampe naik angkot gak tau tujuan. Gue suka melihat sekitar.Semisal orang berantem di jalan, kecelakaan. Ada banyak hal yang gue dapatkan dari apa yang gue lihat di sekitar. Pernah gue satu angkot sama orang struk yang bikin panik satu angkot karena air liurnya terus keluar. Pernah gue satu angkot sama ibu-ibu dan bapak yang berantem cuma karena hal sepele dan akhirnya keduanya diturunkan. Gue suka sama cerita yang gue dapat ketika gue berjalan dan memahami sekitar. Gue cinta semuanya.

Setelah lama gue hanya fokus sama kuliah gue dan meninggalkan kegemaran gue ini, bahkan sampe bisa gue menabung dengan jumlah besar saking gue jarangnya jalan-jalan. Gue memutuskan untuk memulai kembali apa yang gue cintai ini.

Dulu sekali, sebelum gue menemukan orang yang selalu bersedia nemenin kemanapun gue mau. Gue akan sangat mudah untuk berjalan sendirian. Gue akan sangat mudah untuk sekedar mencari makan sampai bahkan harus ke kota lain dan lalu kembali pulang, dengan hanya sendirian.

Tapi karena ketergantungan yang gue sendiri ciptakan. Untuk melakukannya dengan berdua, bersama dengan sahabat gue ini. Maka akan janggal ketika gue melakukannya sendirian. Sampai bahkan ketika dia sibuk dengan berbagai urusannya, gue memilih untuk mengundurkan niat gue untuk pergi ke suatau tempat.

Dan saat pertama gue memulai perjalanan ini sendirian. All the things that i see is you.
Bagi gue jalan sendirian rasanya janggal. Aneh dan selalu ada yang kurang.