Tuesday, July 7, 2015

Ajang reuni, ajang eksistensi diri




Saya akan berlanjut pada tulisan saya sebelumnya. Karena jika dijadikan satu tulisan, mungkin tulisan saya akan sangat membosankan dan berbelit-belit dimata kawan-kawan.

Datang diajang reuni adalah keadaaan yang membingungkan bagi beberapa orang. Bertemu teman lama yang bahkan sudah tidak pernah saling komunikasi pasti menimbulkan sedikit kecanggungan.

Panjang lebar, setidaknya acara reuni itu diberlangsungkan. Maka banyak yang mulai memamerkan jati dirinya. Percayalah, kalian seperti itu, saya juga.

Baru saja pulang dari acara sebuah reuni kecil kawan lama. Benar memang ini kawan lama karena mereka adalah sekumpulan orang sejak saya di sekolah dasar. Banyak dari mereka yang saya baru bertemu lebih dari 8 tahun lamanya.

Mengingat kejadian tadi, saya masih cekikikan tertawa lugu. Ajang reuni itu tempat memamerkan diri. Mengeksiskan diri dan memperkenalkan siapakah kita sebenarnya. Si “A” yang tergolong pendiam,  sontak jadi pecicilan karena ingin dikenal. Si “B” yang sebelumnya pecicilan, menjadi pendiam karena perubahan dalam hidupnya.

Reuni adalah tempat bagaimana dirimu dikenang. Jika si “A” dikenal sebagai bodoh, maka dia akan datang dengan memamerkan betapa dirinya saat ini sangat pintar. Jika si “B” dikenal sebagai sosok yang nakal, percayalah dia akan datang dengan mengenalkan dirinya yang saat ini menjadi sosok yang baik untuk semua orang.

Ajang reuni adalah upaya uuntuk mempertontonkan siapa kita, lalu dihiperbolakan dengan sikap dan ucapan. Beberapa orang memamerkan betapa kehidupannya sangat baik, betapa bisnisnya melejit dan betapa pasangannya sangat cantik.

Tapi mereka lupa, bagaimana mereka dahulu dikenang. Dan itu merupakan bahan gojlokan untuk ditertawakan.

“Dulu elo yang pipis dicelana pas gue labrak di kelas itu kan?”

“Ih lo itu yang dulu suka makan tai dari tanah kan? Masih suka makan lo ampe sekarang?”

“Lo si Fulan... Fulan yang dulu kalo jalan ingusnya meler meler gak pernah di lap itu kan?”

Percayalah semua orang akan tertawa. Dan candaan ini dilepaskan oleh si “Raja” yang dulu sangat eksis di sekolah.

Semua orang pasti penasaran bagaimana dirinya dahulu dikenang. Lalu ia patahkan kenangannya tersebut dengan jati dirinya yang sekarang. Ia pamerkan tentang apa yang ia capai, dan ia lantangkan bagaimana bahagianya ia sekarang.

Ah... ternyata reuni itu penting kawan. Untuk meyakinkan diri kita sendiri tentang bagaimana kita dihadapan orang. Bagaimana diri ini dikenang dan lalu apakah sudah ada perubahan.

“Gak berubah ya lo dari dulu, tengil tengil aja gaya lo..”

“Gak berubah ya lo.. masih begini begini aja..”

Mungkin itu karena kalian tidak memamerkan diri kalian seperti apa kepada mereka. Atau karena memang dalam hidup kalian tidak terjadi sama sekali perubahan. Maka dari itu datang ke reuni itu penting, kawan. Untuk melihat sejauh apa diri kita ini telah melangkah. Menjadi baik, atau malah lebih buruk.


Meskipun untuk datang ke reuni, sangat deg degan. Bingung jika sudah tidak ada yang mengenal. Atau bahkan takut obrolan kalian diacuhkan.

Tiga kategori bagi mereka yang datang ke reuni




Pulang dari acara reuni, saya lari sedikit terbirit kedalam rumah. Jam memang menunjukan hampir dini hari. Dijalan tadi bahkan sudah tergolong sepi. Saya terbirit birit lari masuk kedalam rumah hingga lupa mengunci pagar. Lalu saya duduk di meja makan dan mengabaikan jaket motor yang masih saya kenakan. “Gue harus nulis malam ini juga! harus malam ini” ujar saya sedikit berlari seraya membuka laptop saya.

Barusan sekali saya telah menghadiri sebuah acara reuni dengan kawan lama. Acara buka bersama sih judulnya, tapi pasti kalian tahu bahwa reuni adalah ajang tentang memperkenalkan diri. Saya senang, bertemu lagi dengan beberapa kawan lama, yang bahkan sudah tahunan sudah tidak pernah bertemu.

Si dia yang ternyata tetanggaan sama saya, di itu yang ternyata kuliahnya di jurusan yang sama dengan sahabat saya, atau rentetan banyak sekali kenyataan bahwa dunia ini teramat sempit.

Jujur saja sebenarnya saya sempat berfikir lima kali untuk menghadiri acara reuni ini. pertama adalah ini merupakan kawan lama saya, yaitu kawan almamater sekolah dasar. Yang notabenenya saya sudah lebih dari delapan tahun sudah tidak bertemu. Apalagi dengan kawan dekat saya yang tiba-tiba tidak jadi datang karena alasan sepele. Duh, pasti mati kutu saya dibuat disana.

Setelah pikir panjang, apa salahnya bagi saya untuk sekedar datang dan bersapa “hi”. Maka saya putuskan untuk datang di waktu yang mepet ke acara inti. Setidaknya ke-kaku-an saya tidak akan berlangsung lama.

Benar saja, dari acara berlangsung hingga ajang foto bersama, saya sedikit tertawa-tertawa melihatnya. Lucu sekali.

Ada tiga golongan yang datang dalam ajang reuni.

Pertama, mereka yang datang dengan niat mengekiskan diri. Biasanya golongan ini dianut oleh mereka yang sebelumnya tidak eksis dan ingin menunjukan eksistensi diri. Mereka mereka ini adalah golongan yang sebelumnya tidak terkenal, lalu bertujuan ingin mengenalkan diri.

Tipe yang kedua adalah, si raja. Mereka yang memang sejak jaman dulu sudah eksis, lalu dipancing untuk menjadi eksis. Padahal mungkin ditempatnya sekarang keeksisannya sudah tergolong biasa saja. Mereka terselamatkan oleh ketenaran mereka masa lampau.

Dan yang terakhir, adalah si “pendatang”. Yang berniat memang hanya ingin datang. Duduk, menikmati acara dan lalu pulang. Si pendatang biasanya duduk kalem dipojokan. Tidak mencolok ingin eksis atau ingin mengeksiskan diri. Jika diajak ngobrol syukur, tidak diajak mainin handphone. Diajak foto ikut-ikut saja, gak ada yang ngajak fotoin kawan-kawannya.

Mungkin hanya ini tipe golongan yang saya amati selama acara tadi. Dan saya tergolong yang pendatang. Hehe.


Ingat, raja memang selamanya akan menjadi raja. Tapi kadang, kuda bertindak bisa menjadikan dirinya seperti seorang raja dan lalu membungkamnya. Pion ya akan tetap menjadi pion saja.