Wednesday, February 26, 2014

Lalu Salah Siapa Lagi?

Kamu tahu rasanya dibohongi?
Seperti luka yang diperas saat ia masih menganga. Perih bahkan lebih dari sekedar pedih.
Lalu bagaimana jika yang membohongimu itu orang terkasih yang kamu puja sejak kamu dilahirkan ke muka bumi ini?

Dia pernah berbohong. Demi kebaikanmu, bukan untuk kebaikan dia.
Tapi disaat lain, dia berbohong demi kebaikanya, yang bahkan sedikitpun tidak kamu suka.

Lalu salah siapa?
Salah bahagia?
Yang datang tidak sesuai alur keinginan manusia.

Bagiku cukup bahagia dengan apa yang Tuhan berikan. Tapi mungkin bagimu, bahagia itu uang, bahagia itu jabatan.

Lalu salah siapa?
Salah Tuhan yang memberikan nafau berbeda pada setiap manusia?
Yang denganya-jika nafsu disamakan akan banyak perselingkuhan.

Air mata bahkan bukan jawaban atas semua kebohongan yang dengan susah payah ditutupi. Tidak bisa kamu merengek pada kesalahan untuk meminta waktu yang mengulangnya dari awal.

Lalu salah siapa jika orang yang kamu cintai-dengan-bahkan sebelum kamu tahu cinta itu apa, berbohong untuk sesuatu yang kamu sendiri tidak tahu alasannya.
Salah siapa jika ia mengumpat sejumlah kata benci yang ia tutupi dalam senyumannya setiap pagi?

Atau.. salah siapa jika ia berbohong untuk hatinya yang merasa gagal menjadi seseorang yang memiliki syurga.

Monday, February 10, 2014

Sepetik Cinta Ini Telah Tumbuh, Sayang




Aku masih punya dua tangan, sayang. Yang akan selalu menina-bobokanmu setiap malam. Membuatmu sedikit tenang dari bisingnya kehidupan. 
Aku masih punya bahu lebar, sayang. Setidaknya dapat membuatmu bersandar dari kecaman dunia yang tidak semata-mata kamu tahu sebenarnya.

Ada sepetik cinta yang dengan paksa kamu cabut sebelumnya. Kamu tanam pada lahan surgawi didunia. Yang dengan waktunya ia bertumbuh menjadi besar. Indah, menawan membuat iri sepasang mata yang akan melewatinya. Sepetik cinta yang sebelumnya kamu hanya lempar lewat sebuah senyuman. Tapi ia tumbuh jadi rasa untuk tidak mau kehilangan. Ia tumbuh, sayang. Seperti ilalang yang semakin meninggi ditengah padang rerumputan. Ia selamanya tegak berdiri indah melawan angin. Atau tumbang pada kebencian orang lain.

Ada apa denganmu, sayang. Yang sejak pagi tadi merengut tak mau memandangku? Yang pesanku kau balas dengan kalimat yang bukan seperti kamu.

Beritahu aku jika aku salah. Agar kesalahan kecilku tak jadi besar dimatamu. Beri tahu aku jika aku mengganggumu. Agar pada waktu kamu membutuhkanku aku akan disismu.

Karena sepetik cinta yang kamu tanam telah tumbuh menjadi sebuah rasa takut kehilangan. Dan aku tidak akan dengan bodoh melepaskan sesuatu yang aku sendiri takut unutk kehilanganya.


Saturday, February 8, 2014

Tuan, Bahkan Rindu Ini Telah Bosan!



Mencekam pada sebuah malam, ada isakan tangis yang ditahan. Ada sebuah rasa kehilangan yang terlalu dalam. Menjerit pada waktu yang tidak bisa dikembalikan.

Tuan, bahkan rindu telah berkata bosan. Bahwa kau selalu menjadi miliknya disetiap waktu hujan datang. Bahkan air mata telah lelah, bahwa kau selalu menjadi penyebabnya keluar.

Rindu ini telah jadi sebuah kesakitan yang tak dapat lagi aku tahan. Menyalahkan keadaan yang waktu itu telah aku putuskan untuk tidak akan pernah lagi disesalkan.

Tuan, bahkan rindu ini akan-selalu-menjadi milikmu. Setiap nafas sampai aliran nadi juga sudah tahu. Sesekali mereka kesal padamu yang sudah lebih dari 500 hari tidak pernah menyambangiku. 
Sesekali mereka jengah kepadamu, yang bahkan menyisakan mata sembab sejak setahun lalu.

Inginku lepas saja semua penat pada rindu yang tidak terbalas ini. Seperti merpati yang berlari dari kekecewaanya terhadap pemilik yang mulai tidak perduli. Tapi aku bersumpah tuan, rasa melepasmu ini tidak semudah kamu meninggalkan aku waktu itu. Ia seperti tikus kecil bodoh yang berlari dalam putaran dan tidak pernah mencoba untuk keluar. Sesekali ia lelah hanya beristirahat lalu ketika tenanganya pulih ia lanjutkan berputar, bodoh, tidak punya tujuan.

Aku harus apa Tuan? Bahkan seseolah hari telah mengutukku untuk selalu memiliki rasa rindu kepadamu.

Bahkan hujan seperti pertanda bahwa air mataku akan kembali menetes untuk sekedar mengenangmu dulu.

Aku lelah, Tuhan.