Thursday, November 27, 2014

Thank You For Being You



Sometimes she was like my mother. Kalo lagi galak marah-marah karena gue ngeyel ngelakuin sesuatu. Gak mau ngalah atau terlalu emosi sama orang. Dia bakal setidaknya ngomong “kamu gak mau kan nyari perkara Cuma gara-gara hal kecil kayak gini”.

Sometimes she was like my father. Kalo lagi nasehatin sikap-sikap gue yang nyebelin supaya gue gak salah ambil arah. Kalo lagi nenangin gue yang nangis karena capek sama sesuatu. Kalo lagi ngeyakinin gue yang capek sama cowok bangsat satu.

Sometimes she was like my sister. Gue sering banget kalo lagi dikeramaian, bengong ngeliatin orang-orang sekitar. Dan yang biasanya dia lakukan adalah narik tangan gue, atau nungguin gue dari bengong gue supaya gue gak nyasar dan ngilang.

Kadang dia jadi adek gue. Kalo lagi berantem sama orang, dan lalu gue marahin seolah jadi kakak pertamanya.  Kalo dia lagi usil sama adek-adeknya, dan gue marahin dia supaya inget umurnya. Atau kalo dia lagi ngotot beli hal yang gak penting, gue ngelarang seolah sebagai kakaknya.

Sometimes she was like my boyfriend. Kalo weekend kita gatau mau kemana, nonton berdua abis itu sekedar makan ditempat yang kita suka. Jalan keliling surabaya dari ujung sampe ujung. Sekedar mampir disatu toko buat beli keperluan gue dikamar. Atau keluar kota buat makan dan langsung balik lagi.

Dan bagi gue dia adalah guru gue, untuk setiap apapun yang dia lakuin ke gue. Untuk setiap hal-hal kecil yang membuat gue belajar dari dia. Untuk setiap kesabarannya. Untuk setiap candanya. Dan untuk setiap pengertiannya.

Friday, November 14, 2014

Dalam Satu Pertemuan yang Kekal




Everyone got the feelings. Going back in time to do things. Merubah apa yang seharusnya tidak terjadi dalam hidup mereka. Menyesali apa yang sedang terjadi karena kecerobohannya, yang membuat takdir hidupnya jadi berbalik. 
Mungkin ada sebagian orang yang ingin kembali pada masa dimana dia pernah pergi meninggalkan seseorang yang teramat dicintai. Ada orang yang ingin kembali pada masa awal pertemuannya saat belum kenal. Everybody want to fix the mistakes that they made. Sehingga apa yang mereka rasakan saat ini tidak pernah terjadi.

Tapi beribu kali jawab pertanyaan gue, how can i? Gimana caranya lo bisa balik ke waktu itu? Gimana caranya you can fix the every mistakes that you made?

Kenapa manusia suka berandai, padahal Tuhan sudah memiliki jawaban. Kenapa kita sibuk mencari cara membalikan waktu, padahal jalannya memang seperti itu.

Tapi rasanya, saat ini. Detik ini juga. Dengan menangis gue berdoa kepada Tuhan. Dikembalikan pada satu masa saja. No, gue gak akan merubah takdirnya, gue tidak akan melakukan hal-hal yang seharusnya tidak gue lakukan. Gue hanya ingin balik ke masa itu, dan gue menikmati semuanya. Semua. setiap detik ketika kejadian itu. Gue Cuma terlalu rindu terhadap sesuatu. Seseorang. Yang sudah tidak dapat dikembalikan.

Gue pengen balik ke satu masa, masa dimana gue bisa menikmati pelukannya, cium kumisnya. Gue hanya ingin setidaknya menatap matanya. Mengingat wajahnya lebih dekat. Bukan hanya dari foto lama.
Gue bukan pengen menariknya untuk tidak meninggal lebih awal. Gue Cuma ingin duduk dipangkuannya lebih lama. Bercerita tentang resahnya dunia. Gue hanya ingin mendengar nasihatnya dengan seksama.

Lalu ditengah tangisan itu, gue sadar. Ternyata memang waktu tidak pernah bisa diulang. Kehilangan, mencintai atau bahkan dibenci adalah bukan pilihan.

Gue hanya diminta untuk bersabar. Sampai suatu ketika kita benar-benar dipertemukan. Dalam satu pertemuan yang kekal, tanpa lagi ada rasa kehilangan.