Wednesday, September 9, 2015

Tuhan diantara dua perbedaan





“Jika kamu yakin dengan Yesus, dan aku yakin dengan Allah. Berani tidak bersumpah mengatasnamakan agama siapa yang paling benar” pertanyaan itu sejenak membuat jeda antar obrolan kita berdua. Saya, dan sahabat saya yang sejak tadi berbicara panjang tentang agama.
Sebelumnya kenalkan, dia ini Natassya, Kristen asli Batak yang sudah bertanah air Surabaya. kita sering bertukar pikiran tentang agama siapa yang paling benar. Dan hasilnya, kita ilhami sendiri sebagai sebuah kepercayaan.

Sejak pagi, ketika ia tiba di kosan saya beberapa pertanyaan saya lontarkan untuk mengisi kebingungan saya, dan dia yang memikirkan proposal skripsi kami yang tidak selesai. Saya bercerita bagaimana keberagaman ajaran dalam islam, sedang ia bercerita bagaimana perpecahan dalam kristen.

Beberapa buku yang kami baca lantas menjadi landasan atas setiap perbedaan yang kami tuturkan. Jika ia percaya bahwa Isa Almasih adalah Tuhannya, maka saya percaya Isa adalah Nabi yang akan turun pada akhir jaman untuk memberitahu kebenaran.

Perbincangan kami alot, sampai menentukan titik mana yang harus kami percaya. Saya percaya 100 persen dengan agama yang saya genggam. Sebab bukan karena saya lahir dari ajarannya. Melainkan saya pahami lebih dalam dan percaya bahwa agama saya yang paling benar. Sama dengan Tassya, yang menganggap bahwa agamanya yang paling benar dan saya adalah domba yang hilang dari jalan kebenaran.

Maka saya mengatakan dia adalah kafir, dan dia mengatakan saya adalah kafir. Tapi kami bersahabat dan sangat dekat. Dia sering sekali menanyakan apa saya sudah shalat. Dan saya sering menyemangatinya untuk beribadah di gereja. Dua perbedaan ini lantas menjadi perbincangan yang ekstrem ketika  saya menanyakan satu pertanyaan berat.




“Jika kamu yakin dengan Yesus, dan aku yakin dengan Allah. Berani tidak bersumpah mengatasnamakan agama siapa yang paling benar. Konsekuensinya salah satu dari kita akan menerima laknat” hening. Saya biarkan dia berpikir sejenak. “Tidak. Saya  tidak akan bersumpah bahwa agama saya paling benar dan kamu akan dilaknat Tuhan. Sebab dalam agama saya sumpah atas nama apapun tidak diperbolehkan” diam sejenak. Saya setuju.

“Agama dan Tuhan adalah mengenai kepercayaan diri masing-masing manusia. lantas kita tidak berhak untuk menuntutnya sesuai dengan apa yang kita percaya. Jadi saya tidak akan menerima apapun sumpah walaupun demi membela Tuhan saya” lanjutnya.

Saya sangat setuju. “Agama dan Tuhan adalah tentang bagaimana keimanan seseorang. Dan itu hanya diketahui oleh dirinya masing-masing.. sehingga tidak berhak ada tuntutan untuk mencari tahu siapa yang paling benar. Bukan karena saya tidak yakin dengan agama danTuhan saya. Sebab saya terlalu yakin, maka saya meyakininya hanya untuk diri saya. Bukan untuk diumbar kepada orang lain” begitu penjelasan saya.

“Dan saya yakin, bahwa Tuhan memang menciptakan keberagaman ini dengan jalannya. Agar manusia mencari, bukan bertikai antar perbedaan tersebut” lanjut saya.
Kesepakatan gila diatas tadi memang tidak benar-benar saya akan lakukan. Sebab perbincangan alot kami dari pagi mengenai keberagaman agama di Indonesia yang tidak bisa menyatu menjadi pluralisasi. Sehingga iseng saya menanyakan hal tersebut, dan menjadikan saya menuliskannya disini.

Kita lihat, bagaimana orang berbondong-bondong melanat. Membenci, menghina dan bahkan tidak sama sekali berkomunikasi pada golongan yang tidak sejenis dalam etnis dan agamanya. Kita melihat, di Indonesia sendiri bagaimana masyarakat sibuk berbondong-bondong meneriakan bahwa 
agamanya yang paling benar dan memukuli agama lainnya.


Sebab bagi saya dan Tassya, agama adalah keyakinan diri. Dan Tuhan adalah tentang keimanan kita kepada yang diatas. Bukan pertentangan yang dijadikan sebagai identitas perbedaan. Seharusnya, tidak perlu ada benteng tinggi antar komunikasi etnis satu dengan lainnya. Sayang, bangsa kita terlalu kolot untuk megakuinya.