Tuesday, October 21, 2014

Menangis diam-diam disebelahmu




Jengahkah kamu? Bosan atau terlalu membenci saya?
Marahkah kamu? Kecewa atau terlalu menganggap buruk kepada saya?

Ada apa gerangan? Apa saya terlalu kekanakan? Terlalu mengatur dan terlalu banyak menyusahkan?
Sehingga lengkap sudah kamu menjadi diam dan seperti orang yang tidak saya kenal.

Apa mungkin saya terlalu berharap banyak, untuk menjadi orang yang akan kamu ceritakan pertama kali dalam kondisi buruk dan bahagiamu.
Apa mungkin hanya saya, yang dalam keadaan apapun ingin membagi cerita kepadamu, karena jika tidak rasanya akan janggal.

Apa kamu terlalu bosan untuk sekedar mendengar ceritaku? Dan sekedar bercerita tentang siapa gerangan yang sedang membuatmu tersipu? Dan lalu kamu mencari seseorang yang baru, yang mungkin bisa mendengarkanmu lebih dari aku. Yang mungkin punya cerita yang lebih sempurna dibanding ceritaku.

Saya memang terlalu bodoh untuk menyayangi seorang sahabat yang hanya menganggap saya teman mainnya.
Saya memang terlalu naif untuk menganggap seseorang sebagai satu-satunya, lalu ternyata yang dia butuhkan adalah bukan saya.

Rasanya seperti saya terlalu mencintaimu, tapi kamu memang hanya mengenali saya.

Demi Tuhan, saya membenci siapapun dia yang membuatmu menjadi seperti ini kepada saya. Tapi jikalau itu dirimu sendiri, maka mana bisa saya membencimu. Atau jika ternyata itu adalah orang yang kamu cintai, maka apa daya saya .

Apa saya terlalu asing bagimu? Hingga bercerita padamu sepertinya kamu hanya malas mendengar dan lebih nyaman membalas pesan, yang aku tahu dari siapa, tapi kamu tidak ingin menyebutkannya.

Untuk menatapmu saja, saya butuh keberanian dua kali, berbeda dengan sebelumnya. Yang saya takuti kamu tidak lagi mau ditatap seperti sebelumnya.
Untuk sekedar berbicara padamu saja, rasanya saya butuh berkali-kali latihan otak agar saya tidak pernah salah bicara, berbeda dengan sebelum-sebelumnya.

Dua minggu lalu, kita masih duduk berdua dan berharap persahabatan ini memang untuk selamanya.
Dua minggu lalu, saya masih merasakan setidaknya kamu masih perduli kepada saya.

Lalu sekarang, semua seperti hilang. Seperti kamu seseorang yang saya tahu, bukan saya kenal.

Kamu pernah? Merindukan seseorang yang padahal ia persis ada didepanmu?
Menangisinya secara diam-diam padahal ia ada disisimu. Dulu,  akan sangat mudah untuk menangis dipangkuannya, sangat lama.
 
Tapi lalu saat ini saya mengangisi dia, yang sepertinya jengah  dan lalu ingin meninggalkan saya.

Apa dia perduli? Mungkin tidak sama sekali. Tidak seperti dua minggu lalu yang saya batuk saja dia cemas untuk bertanya bahwa apa aku baik-baik saja.

Saya hanya merindukan seseorang, yang padahal dia ada didepan saya.
Saya hanya tidak ingin ditinggalkan padahal saya teramat mencintai dia.

Maaf karena saya terlalu kekanakan. Dan saya terlalu menganggap kamu lebih padahal kita memang biasa-biasa saja.

Thursday, October 2, 2014

Selamat datang Semester 5 !!



Hai hallo, lama banget gak ngeblog. Pasti ini udah banyak sarang laba-labanya. Ada banyak kejadian di bulan ini. Ada banyak cerita yang bahkan berlembar-lembarpun gak akan pernah bisa untuk diselesaikan. Dari masalah pemilu, black campaign, piala dunia dan argentina harus jadi runner-up, banyak orang sotoy tentang politik dan lebih banyak yang sotoy membolakan politik. Banyak banget kejadian-kejadian lucu yang belum gue tulis untuk gue sekedar berbagi.

Sibuk rapat sana sini ngurusin ospek adek kelas gue, sibuk sama makalah dan laporan penelitian, ujian yang bahannya kampret banget sampe sibuk ngurus perasaan sendiri yang gak kelar-kelar masalahnya.

Gue mau menutup semester 4 ini dengan syukur Alhamdulillah. Semester paling kampret dari semua semster, ter-home-sick, terbikin banyak tangisan, banyak berantem, tergabut dan sampai tergalau yang pernah gue jalanin selama di Surabaya. Dari tugas yang gak selesai-selesai. Rapat yang bertubi-tubi. Harus adu mulut sama temen karena hal kecil. Masalah keluarga yang gak ada penyelesaiannya. Ditinggal temen kosan dan akhirnya sendirian aja dikosan, gabut. Uang kiriman yang tinggal elus-elus perut saking tinggal dikitnya. Banyak banget kejadian yang harus membuat kadang bikin sumpek dan jadi lebih sensitif.

Bahkan dari awal semster aja gue sudah ditubi-tubi banyak masalah, banyak air mata. Dan diakhiri dengan terlalu home-sick dan sumpek sama Surabaya. Kalo ditanya “kapan balik Surabaya lagi bib?” gue Cuma bisa jawab “pengennya sih gak balik, nikah aja” becanda. Iya becanda tapi lebih kepada serius. Kalo gue gak inget bahwa betapa mati-matiannya gue masuk kuliah ini, udah gue berenti dari awal. Kalo gue gak inget apa yang gue cita-citakan sejak awal, mungkin gue lebih memilih untuk kembali kerumah dan berlindung dibalik ketiak orang tua.

Sebelum postingan ini gue pernah tulis tentang home-sick-nya seorang perantau, bertahan dalam badai untuk mencapai dilabuan yang tepat. Gue sudah sampai di setengah dari perjalanan yang sedang gue toreh. Gue telah sampai pada halaman tengah dari buku yang telah gue tulis. Menutupnya dan mencari lembaran baru adalah hal paling tolol yang dilakukan manusia. Kita butuh hijrah, berpindah dari tempat sebelumnya kita berada. Ketempat yang lebih baik, lebih diata derajat sebelumnya. Kalo gue memilih untuk berenti kuliah memenuhi atas dasar ego kerapuhan gue dalam menghadapi masalah, mungkin saat ini gue jadi pengangguran yang kerjannya tiap hari gonta ganti drama korea. Tanpa bergerak meniptakan hal baru untuk dunia.

Gue Cuma berharap diberikan kekuatan pada semester ini. Diberikan kemudahan atas segala ujian yang akan gue lalui. Bagaimana caranya agar gue bisa melewati setiap masalah tanpa harus berfikir kembali. Tanpa harus kangen rumah, moodian gak mau ngapa-ngapain sampe marah-marah gak jelas sama orang lain.

Semester 5! Semakin tua, semakin dewaasa. Gue harus tau mana prioritasnya. Ada cita-cita yang gue gantung sebelumnya yang sedang menunggu dari tapak jejak gue melewati ini semua.

Surabaya 29 Juli 2014