Aku
mencintaimu, sedalam cinta yang aku dapat berikan kepadamu. Dan aku akan selalu
mencintaimu, dalam balutan kesetiaan yang tidak akan bisa siapapun hilangkan.
Karena cinta akan selamanya seperti itu, serakah dalam kepemilikan.
Memperjuangkan hingga mati untuk dapat melihatnya setiap pagi. Katakan itu
benar, maka cinta akan selamanya aku perjuangkan, karena ia hidup dan mati
untuk dikorbankan dalam diri.
Jika suatu
saat kamu meninggalkanku, cintaku, dengan alasan yang siapapun tidak akan tahu.
Maka aku tidak akan pernah mencarimu. Diam dalam perasaan dan kenangan. Dan
bahkan jika suatu saat nanti kamu pergi untuk kembali atau tidak sama sekali.
Aku akan diam dan berusaha tidak sepenuhnya merasa benci.
Bukan, bukan
aku tidak mencintaimu seutuh hidupku sampai bahkan kau mencampakan aku. Tapi,
hidup bukanya harus seperti itu? Aku atau kamu yang pergi terlebih dahulu. Kamu
pergi dengan syarat kembali, atau pergi dengan tidak balik sama sekali. Tapi
aku masih setia dalam diam, berbicara pada kenangan.
Jikalau kamu
pergi untuk singgah dilain hati aku akan
tetap diam, cintaku, sambil bergurau soal janjimu yang akan selalu setia.
Melupakanmu sampai takdir tuhan lain yang berbicara. Tapi jikalau kamu pergi
untuk tidak kembali sama sekali, cintaku. Pergi pada masa yang tidak lagi sama
denganku, maka aku akan diam seraya menghapus air mataku lalu mendoakanmu dalam
setiap langkah sampai aku akan tiba pada masa itu.
Bukankah
cinta itu seharusnya seperti itu?
Hilang,
pergi, lenyap pada kenyataan kembali atau tidak sama sekali. Soal hati yang
berbicara pada masa depan tentang apa yang seharusnya diperbuat. Menghabiskan
waktu untuk terus mencintainya dalam sobekan sakit hati atau berjalan dengan
tertatih untuk bisa jalan tanpa melihat apa yang telah dilakukan.
No comments:
Post a Comment