Tek..tek.. jam di tangan gue masih terus bedetak, tepat pukul
dua. Gue masih tarik nafas panjang nerima kenyataan “hari ini nih?” “jadi kita
berangkat?” pertanyaan konyol di benak gue terlintas dengan gue angkut tas dan barang-barang
ke dalem mobil depan kosan. Lo boleh tanya angkatan berapapun di jurusan gue,
semester mematikan adalah semester ini. Karena ada mata kuliah yang harus ada
penelitian dengan dosen pembawa kematian sejagat sosiologi unair. Dan di detik
malem itu juga, angkatan gue menerima kenyataan bahwa penelitian itu tetap
dilaksanakan. Subuh itu juga gue menyaksikan puluhan anak berjejer dengan cemas
menanti keberangkatan. Satu kata yang gue inget ketika Andit mulai injek gas taruna
CX-nya dengan perlahan untuk meninggalkan kampus malam itu adalah“mari menjemput kematian” gue Cuma bisa
ketawa sambil menanggapi dalem hati gue ‘anjrit, kematian dalam kehidupan’
Gue gak akan berbusa menceritakan penelitian apa yang gue
lakukan disana. Seberapa kampretnya tugas-tugas
dadakan yang dikasih dosen, konflik di dalem kelompok yang gak
kelar-kelar, deadline yang gatau aturan sampe duit yang gak ada abisnya
dikeluarin. Kalo matematika punya mata kuliah mematikan adalah kalkulus, maka
gue bisa bilang mata kuliah mematikan di jurusan gue adalah sosiologi pedesaan.
Dengan alasan apapun, alasan yang sama dengan pernyataan kampretnya mata kuliah
yang lo benci di semester lo.
Satu hal yang paling gue dapet dari mata kuliah ini adalah
Pressing akademiknya. Dari tugas yang bertubi-tubi, sms tengah malem, deadline
dalam 2 jam, perintah yang gak bisa di-tidak-kan, alasan yang gak bisa diterima
sampe planning liburan yang berantakan. Gue bahkan kehilangan banyak janji
dengan siapapun atas nama tugas-tugas yang doi berikan. Dalam satu semester gue
gak balik ke jakarta sama sekali. Kurang rajin apaa gue kurang rajin apaa
(ngemut bambu).
Di balik itu semua. Di balik ke-kampret-an dosen tersebut
ada banyak hal yang gue dapatkan di mata kuliah ini. Bukan Cuma soal akhirnya
gue tau dimana letak jember sebagai lokasi penelitian gue atau seberapa jauhnya
ternyata jember itu dari surabaya. Bukan, oke bukan. Pada akhirnya gue tau apa
“sosiologi” itu. Pada akhirnya gue tau bahwa gue belajar bukan Cuma di balik
meja bangku. Bukan Cuma di balik slide dosen yang sebenernya bisa-bisa aja kita
copy. Bukan Cuma dibalik mic dosen yang ngulang-ngulang perkataanya tiap tahun.
Juga bukan tugas makalah yang kita semua tau bisa di copy paste dan edit dikit
(ops..).
Terkadang, kita harus jatuh untuk tau seberapa dalamnya
sumur. Kita harus makan pare untuk tau seberapa manisnya gula. Dan kita harus turun ke lapangan untuk tau
teori yang kita baca apa. Karena apa yang kita baca belum tentu sesuai dengan
kenyataan yang kita alami. Liat seberapa sering dulu lo di”jejelin” aljabar ama
guru matematika smp sma lo. Dan liat, apa iya sekarang lo kalo mau jajan terus
ngitung jumlah jajanan lo dengan aljabar. Enggak kan, oke enggak karena kalo
iya gue akan gak jajan seumur hidup. Setelah 6 tahun gue sekolah mendengar istilah patembayan dan paguyuban yang gue afal secara
lisan, dan setelah penelitian gue baru tau maksud Ferdinand dengan kenyataan
yang udah gue liat di masyaarakat. Betapa kolotnya 6 tahun gue lalui dengan
Cuma menghafal istilah lisan. Sedangkan dalam 3 hari gue bisa dapet banyaka
istilah pengertian yang bakal terus melekat.
Sejauh apapun “kematian” yang udah gue dapatkan di dalam
penelitian ini, sedalam apapun “kesengsaraan” yang dosen itu kasih kepada ke
gue. Ada satu hal yang mungkin akan melekat di balik kebencian gue. Bahwa, apa
yang kita baca belum tentu yang terjadi di dunia nyata. Dan apa yang lo
pelajari belum tentu akan sesuai dengan kehidupan lo. Tapi ketika lo udah
penelitian, setidaknya ada banyak hal yang lo bisa pelajari. Pada akhirnya lo
tau istilah kampret yang guru-guru lo ajarin dulu dengan ngafalin susah payah
dan lo dapet penjelasanya hanya dengan beberapa jam aja. Lo tau gimana susahnya berkomunikasi dengan
orang gak segampang lo ngetawain orang yang gugup ketika berbicara. Lo tau
banyak hal ketika lo berani untuk ngambil hikmah dibaliknya. Ada aja orang yang
tetep ngerasa mata kuliah ini sampah, karena dia mungkin gamau cari tau apa
yang didapetinya. Dia sibuk menggunjing dengan kebencian yang sudah melekat.
Dan menurut gue, ada mata kuliah disetiap jurusan kalian
semua yang akan membawa kalian untuk bangga jadi anak jurusan itu. Dan lo harus
jatuh dulu untuk jadi bangga. Haha.
Gubeng Airlangga
4 Desember 2013 23.50
No comments:
Post a Comment