Kemarin gue senyam senyum sendiri liat baju
yang bergambar sosok Soeharto senyum, senyum penuh uang sambil ada tulisan “piye
kabare ? Enak jamanku to?” ini bukan kali pertama gue liat tulisannya. Udah
sering banget dipake lintas masyarakat, walaupun gue lebih sering ngeliat yang
pake baju gambar itu 30 tahun keatas.
Kenapa gue senyam senyum sendiri baru
sekarang? Yang pertama adalah gue melihat si pemilik baju tersebut adalah
seorang anak dengan umur sekitar sepuluh tahun. Dan, alasan lucunya adalah anak
itu aja gak idup dijaman Pak Harto tapi dia mempromosikan bahwa jaman Soeharto
itu sangat hebat. Oke opsi kedua adalah anak tersebut pake baju itu karena
memang atas perintah orang tuanya, dibelikan dan harus dipergunakan tanpa anak
itu tahu makna dari muka pak Harto dan tulisanya tersebut.
Mungkin orang tuanya iseng, buat lucu-lucuan anaknya, mungkin itu baju dikasih
saudaranya, mungkin orangtuanya adalah bagian dari keturunan pak Harto yang
lagi nyamar jalan-jalan di pasar atau kemungkinan lain adalah orangtuanya
merupakan bagian dari skandal dibalik pebangunan ekonomi dan hutangnya pak
Harto. Oke. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang gak akan selesai kalo dibahas
disini tanpa kita tanyakan langsung ke orangnya.
Alasan gue senyam-senyum sendiri adalah
begini. Anak-anak seumuran gue dan dibawah gue (tidak hidup dijaman pak Harto),
hidup dijaman itu tetapi tidak merasakan dampak baik maupun buruk terhadap
keluarganya akan bertanya, apa sih makna dari tulisan “piye enak jamanku to?”
emang jaman kayak apa sih pada waktu itu. Kemudian kita akan tanyakan pada
orangtua kita yang kebanyakan hanya menceritakan dari segi ekonomi. Sepintas
mungkin seperti ini “ya, jaman Soeharto itu bensin harganya masih seribu-an.
Kamu bisa beli bakso hanya dengan uang selembaran monyet 500 perak. Serba
murah. Bukan Cuma itu, pak Harto juga melakukan beberapa pembangunan untuk
Indonesia, seperti jalan tol yang sekarang sudah hampir menguasai seluruh
Jakarta, transportasi umum contohnya ya pesawatnya Pak Habibie itu. Nah itu
jamanya Pak Harto” gue yakin, siapaun yang denger itu akan bilang “wah enaknya
jaman dia” karena kebanyakan orangtua menceritakan hanya dengan sisi ekonominya
saja. Segi keuntungan yang terlihat padahal ada banyak kerugian yang terumpat.
Ada krisis politik, krisis moneter dan limpahan hutang yang melonjak atas nama
pembangunan di jamannya.
Kebanyakan orangtua tidak menceritakan kisah itu,
hanya sepintas terhadap perekonomiannya saja. Mungkin mereka tidak mau ingat
krisisnya Indonesia atau juga mereka hanya ingin memberikan sedikit gambaran
untuk dipahami anaknya.
Dari cerita sepintas yang disampaikan para
orangtua, menimbulkan pemikiran-pemikiran iseng dari anak muda “wah kalo gitu,
gue balkik aja ke jaman Soeharto, kayaknya gue bakal kaya kalo hidup dijaman
itu” dari pemikiran iseng itu terbentuk akhirnya keyakinan. Timbul banyak
pertanyaan “lebih baik hidup dijamann pak Harto atau SBY yang carut-marut
seperti ini?” mereka mungkin akan menjawab “ya pak Harto lah jelas, makmur
jaman itu gue bisa tajir” diambang semua keadaan bahwa demokrasi di Indonesia
semakin surut kepercayaanya. Dari sekedar pemikiran iseng itu berubah menjadi
keyakinan yang berpijak pada keteguhan lalu sebuah tindakan. Protes-protes para
pemuda pada pemerintah tanpa ada alasan jelas, pembidikan calon legislatif dengan turunan anak buah pak Harto, dukungan penuh pada capres yang merupakan
keturunan pak Harto.
Serem ya, jangan-jangan dengan sendirinya dan tanpa kesadaran kita akan
kembali pada jaman pak Harto pada jaman kejahatan yang dibungkamkan. Pada jaman
realitas yang ditutupi. Kalau masih banyak yang tidak percaya dengan system
demokrasi kita sekarang dan “rindu” tanpa pernah dihadirkan dengan kemiliteran
pak Harto gue rasa mulai pada miring nih. Coba kalo kita lihat seperti apa
lengsernya Seokarno atas nama rakyat, lihat berapa banyak korban demi mati
untuk kelengseran Soeharto atas nama ketidakpercayaan rakyat, lalu Habibie naik
mimbar dan turun dengan tidak dipilihnya lagi, Gusdur lengser dengan hilangnya
kepercayaan rakyat, Megawati yang tidak dipilih kembali dalam pemilu
selanjutnya, dan SBY yang berhasil memberikan kepercayaan dua periode demokrasi
kepada masyarakat. Dengan seiringnya, kita mulai mempercayai apa itu demokrasi
dan system politik di Indonesia, asal jangan bukan dihancurkan demi kepentingan
satu golongan. Kita telah lebih nyaman dengan berdemokrasi, tidak kembali pada
belasan tahun lalu. Lihat seperti apa kericuhan mesir dengan tuntutan
masyarakatnya yang ingin bebas berdemokrasi. Mari, satu langkah lebih maju
bukan melihat buntut yang tertinggal.
Dan kami, tidak membenci jasa yang telah Pak Harto berikan, pembangunan di Indonesia secara besar-besaran. Kami hanya tidak suka sistem, cara maupun kebijakan yang digenggam oleh Pak Harto. Yang diam-diam membuat kehancuran tersendiri bagi masyarakat. Sederhananya bagaimana bisa seorang anak lahir tanpa hutang apapun dibebankan dua juta dari hutang pemerintah. serem kan?
No comments:
Post a Comment