Wednesday, October 9, 2013

Jangan-Jangan Kita Kembali Pada Masa Pak Harto??




Kemarin gue senyam senyum sendiri liat baju yang bergambar sosok Soeharto senyum, senyum penuh uang sambil ada tulisan “piye kabare ? Enak jamanku to?” ini bukan kali pertama gue liat tulisannya. Udah sering banget dipake lintas masyarakat, walaupun gue lebih sering ngeliat yang pake baju gambar itu 30 tahun keatas. 

Kenapa gue senyam senyum sendiri baru sekarang? Yang pertama adalah gue melihat si pemilik baju tersebut adalah seorang anak dengan umur sekitar sepuluh tahun. Dan, alasan lucunya adalah anak itu aja gak idup dijaman Pak Harto tapi dia mempromosikan bahwa jaman Soeharto itu sangat hebat. Oke opsi kedua adalah anak tersebut pake baju itu karena memang atas perintah orang tuanya, dibelikan dan harus dipergunakan tanpa anak itu tahu makna dari muka pak Harto dan tulisanya tersebut. Mungkin orang tuanya iseng, buat lucu-lucuan anaknya, mungkin itu baju dikasih saudaranya, mungkin orangtuanya adalah bagian dari keturunan pak Harto yang lagi nyamar jalan-jalan di pasar atau kemungkinan lain adalah orangtuanya merupakan bagian dari skandal dibalik pebangunan ekonomi dan hutangnya pak Harto. Oke. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang gak akan selesai kalo dibahas disini tanpa kita tanyakan langsung ke orangnya.

Alasan gue senyam-senyum sendiri adalah begini. Anak-anak seumuran gue dan dibawah gue (tidak hidup dijaman pak Harto), hidup dijaman itu tetapi tidak merasakan dampak baik maupun buruk terhadap keluarganya akan bertanya, apa sih makna dari tulisan “piye enak jamanku to?” emang jaman kayak apa sih pada waktu itu. Kemudian kita akan tanyakan pada orangtua kita yang kebanyakan hanya menceritakan dari segi ekonomi. Sepintas mungkin seperti ini “ya, jaman Soeharto itu bensin harganya masih seribu-an. Kamu bisa beli bakso hanya dengan uang selembaran monyet 500 perak. Serba murah. Bukan Cuma itu, pak Harto juga melakukan beberapa pembangunan untuk Indonesia, seperti jalan tol yang sekarang sudah hampir menguasai seluruh Jakarta, transportasi umum contohnya ya pesawatnya Pak Habibie itu. Nah itu jamanya Pak Harto” gue yakin, siapaun yang denger itu akan bilang “wah enaknya jaman dia” karena kebanyakan orangtua menceritakan hanya dengan sisi ekonominya saja. Segi keuntungan yang terlihat padahal ada banyak kerugian yang terumpat. Ada krisis politik, krisis moneter dan limpahan hutang yang melonjak atas nama pembangunan di jamannya.
Kebanyakan orangtua tidak menceritakan kisah itu, hanya sepintas terhadap perekonomiannya saja. Mungkin mereka tidak mau ingat krisisnya Indonesia atau juga mereka hanya ingin memberikan sedikit gambaran untuk dipahami anaknya.


Dari cerita sepintas yang disampaikan para orangtua, menimbulkan pemikiran-pemikiran iseng dari anak muda “wah kalo gitu, gue balkik aja ke jaman Soeharto, kayaknya gue bakal kaya kalo hidup dijaman itu” dari pemikiran iseng itu terbentuk akhirnya keyakinan. Timbul banyak pertanyaan “lebih baik hidup dijamann pak Harto atau SBY yang carut-marut seperti ini?” mereka mungkin akan menjawab “ya pak Harto lah jelas, makmur jaman itu gue bisa tajir” diambang semua keadaan bahwa demokrasi di Indonesia semakin surut kepercayaanya. Dari sekedar pemikiran iseng itu berubah menjadi keyakinan yang berpijak pada keteguhan lalu sebuah tindakan. Protes-protes para pemuda pada pemerintah tanpa ada alasan jelas, pembidikan calon legislatif dengan turunan anak buah pak Harto, dukungan penuh pada capres yang merupakan keturunan pak Harto. 



Serem ya, jangan-jangan dengan sendirinya dan tanpa kesadaran kita akan kembali pada jaman pak Harto pada jaman kejahatan yang dibungkamkan. Pada jaman realitas yang ditutupi. Kalau masih banyak yang tidak percaya dengan system demokrasi kita sekarang dan “rindu” tanpa pernah dihadirkan dengan kemiliteran pak Harto gue rasa mulai pada miring nih. Coba kalo kita lihat seperti apa lengsernya Seokarno atas nama rakyat, lihat berapa banyak korban demi mati untuk kelengseran Soeharto atas nama ketidakpercayaan rakyat, lalu Habibie naik mimbar dan turun dengan tidak dipilihnya lagi, Gusdur lengser dengan hilangnya kepercayaan rakyat, Megawati yang tidak dipilih kembali dalam pemilu selanjutnya, dan SBY yang berhasil memberikan kepercayaan dua periode demokrasi kepada masyarakat. Dengan seiringnya, kita mulai mempercayai apa itu demokrasi dan system politik di Indonesia, asal jangan bukan dihancurkan demi kepentingan satu golongan. Kita telah lebih nyaman dengan berdemokrasi, tidak kembali pada belasan tahun lalu. Lihat seperti apa kericuhan mesir dengan tuntutan masyarakatnya yang ingin bebas berdemokrasi. Mari, satu langkah lebih maju bukan melihat buntut yang tertinggal.

Dan kami, tidak membenci jasa yang telah Pak Harto berikan, pembangunan di Indonesia secara besar-besaran. Kami hanya tidak suka sistem, cara maupun kebijakan yang digenggam oleh Pak Harto. Yang diam-diam membuat kehancuran tersendiri bagi masyarakat. Sederhananya bagaimana bisa seorang anak lahir tanpa hutang apapun dibebankan dua juta dari hutang pemerintah. serem kan?

No comments:

Post a Comment