Saturday, April 19, 2014

Antara Aku, Kamu dan Barcelona



Diam. Sunyi. Malam. Bahkan hujan seolah berbisik diantara kami berdua yang sama-sama tidak berbicara. Sesekali hanya dentuman sendok bergesek pada piring yang menghasilkan suara. Seperti itu terus sampai lebih dari setengah jam. Suara detik putaran jam disebelah tangan kirinya saja aku bisa dengan jelas dengar, saking kita berdua ini terlalu sunyi. Kerutan dahinya itu, yang selalu membuatku ingin mati. Ditambah kadang lirikan sinis mata picing tanpa senyum itu yang membuatku ingin loncat dari gedung tinggi. Lama telah bibir ini kering tidak berbicara, diam menikmati makanan yang dalam satu minggu ia selalu mencicipinya.
Bahkan jauh sebelum kita masuk tempat yang sedang memutar lagu The heart of life-nya john mayer ini, duduk berdua dipojok agar kita bisa hangat bercengkrama, satu kata yang keluarpun tidak ada.

 “Mau duduk dimana?”
Diam.

“Pesen kayak biasa?”
Diam.

“Lucu ya mas-mas disebelah sana bawa anak kembaran dua gitu.. semacam return of superman yang gak boleh bawa istri gitu.. lucu gak sih?”
Menoleh. Lalu tetap diam.

“Porsinya kerasa lebih banyak ya, atau emang karena kamu gak cicip-cicipin kayak biasaya gitu? Hehe...”
Lirikmu, tetap diam.

Sampai aku habis terhadap porsi makananku yang aku rasa memang lebih banyak dari biasanya. Entah karrena mungkin aku harus menghabiskannya dengan tanpa berbicara. Dan pada saat yang sama aku rasa kesabaranku akan habis juga.

“Aku ada salah ya? Sayang?”
Menggeleng saja.

“Kamu lagi ada masalah? Mau cerita?”
Lagi menggeleng dan tetap diam.

“Gak apa-apa kalo gamau cerita malem ini. Tapi kalo aku ada salah kamu bilang ya... daripada harus diemin aku kayak gini”
Senyum. Kali ini dia tersenyum tapi dengan penuh paksa. Seperti bibirnya diganjal batu besar yang sulit untuk tertawa.

Bosan sudah satu jam ku habiskan hanya dengan duduk berdua, menatap matanya yang picing dengan tanpa suara. Aku berbicara tanpa pernah dibalas ucapannya. Seperti orang gila yang terus berbicara pada si bisu atau bahkan tuli.

Kuselipakan uang yang dengan yang sudah sangat kuhafal berapa jumlah makanan ini pada nantinya dikasir sana. Setiap minggu, ini memang jadi tempat yang wajib untuk sekedar kami sambangi. Memesan makanan yang sama dengan tempat duduk yang sama pula. Aku tidak butuh meminta mbak-mbak yang sejak tadi mondar mandir di belakang untuk meminta jumlah harga meja kami. Toh jumlah hari ini akan tetap sama dengan yang minggu lalu. Kecuali jika secara diam-diam pihak cafe ini menaikkan tarif makanannya. Ada selembar kertas bekas saldo atm yang hanya kutemukan di tas kecilku. Lumayan. Sedikit saja aku ingin menuliskan kata. Dan kembali kuselipkan itu dibalik gelas dengan porsi yang lebih banyak akan terlihat. Kumajukan lebih dekat kepada laki-laki didepanku ini agar dia bisa melihatnya, nanti. Walaupun sejak tadi, sejak makanan didepannya itu habis, kepalanya lebih memilih untuk tertunduk dan memainkan handphone-nya. Entah twitternya yang setiap menit ku refresh tidak menuliskan apapun, status lainnya yang kulihat tidak ada apa-apa. Lantas mungkin dia hanya melihat dan sekedar membalas pesan temannya.

“Aku mau ke kamar mandi ya”

Dia menoleh dan hanya diam.

Aku berjalan, bukan ke tempat antrian toilet yang diujung dekat parkiran. Tepatnya ke pintu keluar. Aku memilih untuk meninggalkan dia yang masih setia pada kediamannya. Bukan aku lari untuk dikejar, bukan pergi untuk dicari. Terkadang kita harus pergi meninggalkan mereka yang tidak menganggap keberadaan kita, sekedar menghilang dari mereka yang merasa bahwa ceritanya tidak pantas untuk kita dengar.

***********************
10 menit bahkan setelah seorang anak kecil main-main dideket gue dan akhirnya terjatuh persis di kaki gue. Dan tanpa reflek apapun gue biarkan dia terjatuh. Gue adalah laki-laki yang hanya berjarak 30 senti dari keberadaan anak itu jatuh, dan tanpa menyadari apapun dan dengan tetap menatap layar twitter seorang selebtwit ini, gue biarkan dia terjatuh dan kepalanya untung bersandar persis di kaki gue. Setidaknya kepalanya gak bakalan terlalu sakit kan? Gimana rasanya di pelototin sama bapaknya yang langsung ngegendong bocah 4 tahun itu yang udah nangis jejeritan. Gue lanjutin scroll kebawah liat selebtwit ini ngomong segala hal yang sebenernya gak penting-penting banget. 

Cewek didepan gue ini udah lebih dari 15 menit belum balik. Shit cewek kalo ke kamar mandi emang harus dandan ulang lagi ya? Gue memilih untuk memperhatikan sekeliling. Setidaknya gak akan ada yang nanya lagi "kamu kenapa sih? aku salah?...." 
Sampai ketika gue melihat lebih dalam posisi yang biasa gue dan perempuan yang sedang kekamar mandi itu biasa dilakukan disini, setiap minggu. Ngomongin om-om disebelah yang keteknya bau dan kecium sampe meja kami, pegawai baru yang numpahin gelas dan harus dimaki abis-abisan, Sampe seorang kakek nenek dinner romantis, dan kalah romantis dibandingkan kami yang jauh lebih muda. Ngakak berdua kayak orang gila, atau sekedar lempar-lempar melting kata sayang. Berbicara sedikit tentang masa depan. Obrolan basa-basi dirumah. Banyak hal. Tapi yang gue rasakan sepertinya malam ini kosong, bahkan gak ada obrolan sedikitpun.

Gue melihat ada secarik kertas yang diatasnya bertumpuk sejumlah uang. Gue rasa itu punya cewek gue yang emang sengaja biar dia gak harus bongkar dompetnya nanti pas bayar. Dan setelah lama gue perhatikan, sepertinya kertas itu tertuju kepada gue. Gue ambil. Sedikit basah karena dengan bodohnya dia taruh dibawah gelas yang masih ada bercak air es batunya. Gue terpaku pada sekitar dua kalimat diatas secarik kertas bekas tersebut.

“Yang tidak kamu ketahui adalah kediamanmu itu membuat aku jadi dungu, lugu dan terlihat lebih baik menjadi bisu. Maaf Aku pulang duluan”

Gue Cuma diem dan memang dari tadi gue diam. Kayaknya memang bibir gue untuk digerakin setelah banyak mention-mention bangsat tadi pagi-subuh seraya memaki dan mengucap kebanggaan pada tim kesayangannya. Gue mau muntah ngeliatnya dan bahkan sampe detik ini masih ada aja yang ngehina-hina. Gue diam karena semacam kecewa berat terhadap apa yang gue selalu banggakan.

Barcelona tereliminasi dari liga champion. Dikalahkan oleh atletico madrid dengan menang agregat 2-1. Barcelona kalah di copa del rey oleh Real Madrid dan menjadi Runner-up yang cuma dikalungin medali. Dengan gol konyol yang tidak jeli pinto tangkap.

Yang tidak dia ketahui adalah bagaimana wajah koke saat menendang bola itu setelah sebelumnya adrian lopez berikan lewat sundulan sederhana, dan masuk ke gawang.

Yang tidak dia ketahui adalah bagaimana wajah pennyesalan pinto saat tidak bisa dengan sigap menghalang setiap bola yang masuk ke gawangnya.

Bagaimana gol bale yang sangat menyesakkan tanpa adanya perlawanan.

Bagaimana rasanya kita seperti seolah kehilangan valdes dari lapangan.

Beberapa pemain yang cedera dan tetap dipaksakan ikut pertandingan.

Bahkan sampai pada pemain yang kurang fokus karena persiapan piala dunia.

Yang tidak perempuan ini ketahui adalah bagaimana hancurnya gue setelah kalah taruhan. Dimaki banyak orang dan dijadikan lelucon oleh kebanyakan seleb twitter.

Yang tidak dia ketahui adalah gue kecewa besar dengan tim yang gue selalu banggakan lima tahun belakangan. Dan entah kekecewaan gue setelah tadi subuh melihat casillas harus mengangkat trofi dan disoraki kebanggan oleh para pendukungnya itu. Bangsatnya memang kenapa gak langsung gue matiin tivi gue dan lekas tidur. Brengseknya adalah gue harus melihat itu semua dan masih jelas terekam dikepala gue.

Surat kecil putih yang basah dan lecek ini masih gue pegang. Gue tertawa pada diri gue yang gue rasa memang keterlaluan. Gue meyakinkan diri gue bahwa xavi, iniesta, messi dan semua kawan di barcelona tetap akan menjadi tim kebanggan gue yang akan memenangkan banyak kejuaraan di tahun depan.

Kaki gue berhenti. Persis didepan pagar putih tepat tadi 2 jam la
lu gue sebenarnya sudah disini. Gue didepan rumah perempuan yang paling gue cintai. Atas kesalahpahaman terhadap kediaman gue hari ini, gue Cuma ingin menjelaskan.


Shit. Barcelona kalah dan gue gaboleh kehilangan cinta gue ini.

No comments:

Post a Comment