Tuesday, April 7, 2015

Kota Terkutuk



You know what. Dulu sekali. Sekitar dua tahun lalu, aku melaknat kota ini. Membencinya sampai keubun-ubun. Dulu sekali, dua tahun lalu aku seperti bukan siapa-siapa, tidak memiliki apa-apa. Aku bersumpah untuk meninggalkan kota ini dan menunggunya sampai aku dapat kesempatan mencoba kuliah. Aku pernah merasa diasingkan, dibuang dan tidak didengarkan. Aku pernah merasa sepeti tidak mengerti apa-apa, siapapun dan situasi yang sebenarnya. Aku pernah menangis setiap malam, pulang kerumah dan berjanji untuk tidak akan kembali lagi. Aku pernah, merasa bahwa lebih baik ini semua diakhiri.

Surabaya dulu, dua tahun lalu seperti kota yang membuang aku jauh dari mimpiku. Menangis aku dibuat setiap malam. Kesepian, kehilangan, kebingungan seragam semua menjadi isak tangis setiap malam. Kuliah dan lalu pulang, lalu menangis sepanjang siang dibalik bantal. Dulu sekali, dua tahun lalu rutinitasku hanya begitu. Setiap akhir pekan pulang ke Jakarta, bukan karena kangen bunda. Tapi rumah lebih aman dibanding Surabaya yang bagiku saat itu menyeramkan.

Lalu aku dipertemukan tiga orang. Dalam jumlah memang terlalu sedikit untuk dijadikan kawan. Tapi, setidaknya mereka alasan kenapa aku masih dapat bertahan. Tiga tahun, bayangkan. Tiga tahun aku mengijakan kaki di Surabaya, hidup didalamnya. Setelah dulu, dua tahun lalu aku membenci dan menyerapahi kota ini. Aku melaknat dan berjanji untuk tidak pernah kembali. Tapi tahu? Tiga orang ini yang tanpa mereka tahu telah membawa aku kembali. Memang, alasanku saat itu  mengenai kuliah atau semester yang disayangkan.

Tapi coba bayangkan, jika Tuhan tidak menemukan aku dengan tiga orang ini. Maka, sampai detik ini Surabaya menjadi kota yang masih aku laknati setiap harinya.
Mereka membuat tinggal disini menjadi nyaman. Bahkan, ada salah satu dari mereka yang semakin memperkuat alasan. They do nothing, kalo ada yang tanya apa rumusnya. Karena semua yang mereka lakukan teramat membuat aku nyaman.

Mereka Cuma menunjukan bagaimana caranya hidup di Surabaya. Mereka Cuma menunjukan bagaimana caranya berani bermimpi setelah mimpimu terasa hilang jauh disana. Mereka Cuma menunjukan bagaimana tertawa dan tertawa terus selamanya.

Dan setelah dua tahun. Hari ini, entah mengapa aku merasa Surabaya kota yang baru. Yang didalamya aku tidak tahu. Seperti ingin kembali ke Jakarta. Entah mengapa dengan malam ini. Yang jelas, rasanya seperti kembali pada dua tahun lalu.

No comments:

Post a Comment