Hidup bagi anak rantau dibalik dinding kamar 3x3 memang
tidak selalu menynenangkan. Uang jajan yang dikirim setiap bulan menjadi alat
untuk mempertahankan kebebasan. Anak kosan, berfikir untuk bagaimana caranya makan,
mencari hiburan dan biaya internetan. Anak kosan, memutar balikan otak untuk
menafkahi perut hingga akhir bulan dan dapat menyisihkan untuk tabungan
jalan-jalan.
Sejak senin kemarin, terhitung sudah empat hari lalu uang di
dompet saya sudah tinggal 20 ribu. Saya, yang selalu lupa isi dompet saya
tinggal berapa ini memang suka asal dalam memilih makanan. Dan selalu lupa ada
berapa uang didompet saya. Sampai pada
senin itu, saya baru sadar bahwa uang saya benar-benar tinggal 20 ribu. Di atm
hanya tinggal 28 ribu.
Jika ini terjadi pada awal semester lalu, mungkin saya sudah
meringkuk di kosan karena kehabisan uang. Dulu, waktu awal sekali saya menjadi
anak kosan, jika di atm menunjukan uang dibawah 200 ribu, saya akan kelabakan
dan segera meminta dikirimkan. Semakin kesini, saya semakin belajar. Bahwa hidup memang tidah perlu sepanik itu,
jalani saja nanti juga akan ada indahnya. Tapi uang saya ini memang benar-benar
tinggal 20 ribu, dan tidak seindah yang saya gumamkan diawal.
Saya juga tipe orang yang sungkan dalam meminta uang,
menagih utang dan meminta pinjaman. Jadi sejak senin itu, saya hanya menelan
ludah panjang dan menerimanya dalam-dalam. Untungnya ada sahabat saya yang
pernah punya utang dan lalu dia ingat untuk bayar. Tidak banyak, hanya 40 ribu jumlahnya, tapi bagi saya itu seperti
piala setelah lari panjang. Sialnya senin itu ban saya bocor, bensin saya habis
dan persediaan air dikosan sudah tidak ada. Matilah saya 40 ribu habis untuk
kebutuhan itu semua.
Sampai pada hari selasa, uang saya kembali menjadi 20 ribu.
Di dompet, hanya ada selembar itu saja. Kembali saya memutar otak. Persediaan
mie instan memang masih banyak, tapi Tuhan, perut saya terlalu sayang untuk
diberi racun yang akan mematikan.
Saya sebenarnya punya tabungan dengan jumlah yang lumayan di
kamar, sayangnya uang itu saya masukan dalam celengan. Bodoh sekali jika saya
bongkar celengan itu jikalau saya masih bisa bertahan hingga akhir pekan. Saya
urungkan niat untuk membongkar celengan. Pikir saya, makan apasaja bisa yang penting
bertahan hidup.
Untungnya saya masih punya sisa sisa receh yang saya
kumpulkan sejak semester awal. Sehingga untuk urusan makan, saya menggunakan
recehan itu. Makan seadanya di warung depan gang. Dan asal kalian tahu, tidak
ada makanan yang lebih indah dibanding yang saya makan saat itu. Hanya sayur
kangkung dengan dua tempe tepung. 5 ribu rupiah saja, Tuhan setidaknya saya
masih bisa bertahan sampai malam kan?
Tahu apa yang membuat saya tetap bertahan? Saya ingat sekali
perkataan ayah saya saat saya kecil dulu. Saya pernah bertanya, waktu itu
keluarga kami sangat kesusahan bisa pegang uang 2 ribu saja saya rasanya sangat
bahagia. Jujur saja, bahkan untuk makan ayah saya tidak punya apa-apa. Di meja
makan hanya ada nasi bekas semalam. Tidak lama tetangga datang memberi beberapa
lauk makanan. Saat itu Cuma ada saya berdua, ayah saya sakit jadi memang sudah
tidak bisa bekerja. Saya bertanya “bi,
kenapa ya keluarga kita masih bisa hidup padahal udah gak punya uang” saya
ingat sekali waktu itu makanan yang diberikan dari tetangga sayur sop dan
beberapa perkedel. Ayah saya tersenyum lebar, lalu diucapkan kalimat yang
sampai hari ini saya tanamkan dalam hati saya “bib, setiap manusia itu udah
dikasih rezekinya sama Allah. Jadi kalau rizki mereka sudah habis, mereka
bakalan mati” saya diam panjang saat itu. “jadi keluarga kita masih punya
rizki? Tapi gak punya uang?” ayah saya mengangguk. “kalau rizki abi udah abis,
abi bakalan meninggal. Tapi gak mungkin kita meninggal sekeluarga Cuma karena
kelaparan. Nih buktinya, tetangga ngasih makan. Umi, abang dan kaka kakak kamu juga
diluar cari makanan” saya diam lagi panjang. Saat itu saya hanya mengangguk dan
menghabiskan makanan.
Setelah lama dari kejadian itu, dan ayah saya sudah
meninggal. Saya tersadar tentang apa yang dikatakannya. Uang itu bukan batasan
kekayaan seseorang, tapi sebenarnya rizki yang dia punya. Jadi saat di dompet saya tinggal 20 ribu,
saya tidak akan sepanik dulu saat semester satu. Karena saya ingat, bahwa saya
tidak akan mati dengan habisnya uang ini. Saya hanya berdoa, menjalankan apa
yang biasanya saya lakukan.
Rabu sore, saat uang saya tinggal 15 ribu, kakak saya
tiba-tiba mengontak saya. Jujur saja, saya tidak pernah bilang kalau saya tidak
punya uang dan saya minta dikirimi uang selain pada ibu saya sendiri. Walaupun
kakak saya semua sudah berpenghasilan, tapi rasanya tetap sungkan. Saya tidak
tahu mengapa, tiba tiba saja kakak saya ini berkata “kalo butuh-butuh uang
bilang” saya beranikan diri berkata “iya sekarang lagi gak punya uang” Rabu
malam itu kakak saya bermaksud untuk mengirim uang kepada saya. Nasib saya, atm
yang dicoba berkali-kali itu ternyata tidak bisa.
Pagi ini, saya bangun dengan uang hanya 10 ribu di dompet.
Bensin saya habis, saya harus ke kantor
dan melakukan beberapa liputan. Kembali saya bongkar recehan dan makan di
warung depan gang. Tidak ada yang lebih indah dari makanan pagi ini. Dan saat
ini didompet saya sisa tinggal 2 ribu. Saya hanya tersenyum sepanjang jalan.
“lihat bagaimana Allah rencanakan akhir yang indah untuk dompet saya ini”
No comments:
Post a Comment