Wednesday, May 7, 2014

Kisah ini Sederhana



Ijinkan aku bercerita sebentar saja, sebelum malam lelap ditinggal bulan yang terumpat dibalik awan. Ini cerita. Kisah seorang bocah yang menangis pedih, sembari sesekali menghapus buliran air matanya dengan telapak tangan yang kotor terkena debu jalanan. Meronta, ingin diberikannya pelukan, agar tidak terlihat tuna kasih sayang.

Ini memang hanya tentang seorang bocah yang beranjak dewasa, rindu pada ayahnya. Rindu akan sebuah kasih dari laki-laki yang dulu paling dicintainya. Sampai rindu itu telah jengah dan memuncak pada isakan tangisan yang disendat. Lalu hanya bisa terucap oleh doa-doa yang ditaburnya tadi malam.

Ini memang tentang kisah yang tidak butuh siapapun mengibakan. Sesederhana itu untuk didengarkan. Tapi entah, seolah air mata rasanya mengalir tanpa pernah bisa diberhentikan. Hati teramat sesak seperti tidak memiliki ruang kebahagiaan. Rasanya memang sebesar itu. Seperti dititik balikan pada satu masa yang kamu sendiri belum siap untuk terjatuh. Padahal dengan alasan yang sesederhana itu.

Ini memang tentang tulisan anak yang rindu pada ayahnya. Yang hanya bisa memandanginya lewat batu nisan sudah tidak berwarna. Seolah nisan itu telinga yang bisa mendengar dari apa yang akan diceritakan. Gila kata kebanyakan orang. Tapi entah sampai kapan, bocah yang beranjak semakin dewasa itu, akan terisak menangis sambil bercerita tentang hidupnya dibalik genggaman nisan yang sesekali diusap rintikan air yang jatuh tanpa bisa ditahan. Entah sampai kapan, pandangan gila dari kebanyakan orang itu akan bertahan.

Sesederhana rindu kepada ayah yang sejak kecil selalu memberi kecupan manis ketika hendak berangkat sekolah. Sesederhana rindu dinasehati saat tidak menuruti perintah ibu. Sesederhana itu dan entah mengapa tangisannya terdengar besar.

Karena, rasa cinta bocah kecil yang beranjak dewasa itu memang tidak sesederhana kisah mereka. Ia cinta. Mati. Pada ayahnya sendiri.

Dan semakin ia menerima kenyataan bahwa ayahnya sudah tidak ada disisinya lagi, semakin cintanya itu tumbuh besar. Semakin besar dan bahkan tidak lagi dapat diukur dan dibayangkan. Semakin ia menyadari bahwa ayahnya telah lebih dulu mati, semakin ia mengerti bahwa cintanya tidak ikut dikubur dan dilumpuhkan.

Bagaimana bisa, kita kehilangan seseorang dan tetap akan mencintainya? Atau bagaimana bisa seseorang yang telah lebih dulu pergi, lalu cintanya baru kamu sadari.

Ini memang kisah sederhana. Tentang seorang anak yang meminta Tuhan untuk mengembalikan sosok ayahnya. Sesederhana itu, walaupun ia tahu tidak akan bisa.

Tapi entah sampai pada kapan waktunya, anak itu akan tetap meronta. Agar dikembalikannya sosok seperti ayahnya dalam kehidupannya.

No comments:

Post a Comment