Ijinkan aku bercerita sebentar saja, sebelum malam lelap
ditinggal bulan yang terumpat dibalik awan. Ini cerita. Kisah seorang bocah
yang menangis pedih, sembari sesekali menghapus buliran air matanya dengan
telapak tangan yang kotor terkena debu jalanan. Meronta, ingin diberikannya
pelukan, agar tidak terlihat tuna kasih sayang.
Ini memang hanya tentang seorang bocah yang beranjak dewasa,
rindu pada ayahnya. Rindu akan sebuah kasih dari laki-laki yang dulu paling
dicintainya. Sampai rindu itu telah jengah dan memuncak pada isakan tangisan
yang disendat. Lalu hanya bisa terucap oleh doa-doa yang ditaburnya tadi malam.
Ini memang tentang kisah yang tidak butuh siapapun
mengibakan. Sesederhana itu untuk didengarkan. Tapi entah, seolah air mata
rasanya mengalir tanpa pernah bisa diberhentikan. Hati teramat sesak seperti
tidak memiliki ruang kebahagiaan. Rasanya memang sebesar itu. Seperti dititik
balikan pada satu masa yang kamu sendiri belum siap untuk terjatuh. Padahal dengan
alasan yang sesederhana itu.
Ini memang tentang tulisan anak yang rindu pada ayahnya. Yang
hanya bisa memandanginya lewat batu nisan sudah tidak berwarna. Seolah nisan
itu telinga yang bisa mendengar dari apa yang akan diceritakan. Gila kata
kebanyakan orang. Tapi entah sampai kapan, bocah yang beranjak semakin dewasa
itu, akan terisak menangis sambil bercerita tentang hidupnya dibalik genggaman
nisan yang sesekali diusap rintikan air yang jatuh tanpa bisa ditahan. Entah sampai
kapan, pandangan gila dari kebanyakan orang itu akan bertahan.
Sesederhana rindu kepada ayah yang sejak kecil selalu
memberi kecupan manis ketika hendak berangkat sekolah. Sesederhana rindu
dinasehati saat tidak menuruti perintah ibu. Sesederhana itu dan entah mengapa
tangisannya terdengar besar.
Karena, rasa cinta bocah kecil yang beranjak dewasa itu
memang tidak sesederhana kisah mereka. Ia cinta. Mati. Pada ayahnya sendiri.
Dan semakin ia menerima kenyataan bahwa ayahnya sudah tidak
ada disisinya lagi, semakin cintanya itu tumbuh besar. Semakin besar dan bahkan
tidak lagi dapat diukur dan dibayangkan. Semakin ia menyadari bahwa ayahnya
telah lebih dulu mati, semakin ia mengerti bahwa cintanya tidak ikut dikubur
dan dilumpuhkan.
Bagaimana bisa, kita kehilangan seseorang dan tetap akan
mencintainya? Atau bagaimana bisa seseorang yang telah lebih dulu pergi, lalu
cintanya baru kamu sadari.
Ini memang kisah sederhana. Tentang seorang anak yang
meminta Tuhan untuk mengembalikan sosok ayahnya. Sesederhana itu, walaupun ia
tahu tidak akan bisa.
Tapi entah sampai pada kapan waktunya, anak itu akan tetap
meronta. Agar dikembalikannya sosok seperti ayahnya dalam kehidupannya.
No comments:
Post a Comment